Rabu, 17 Mei 2017

Bukan Kuasa Ku

Mulutku membisu
Tanganku mendadak kaku
Hati ini membeku

Oh Tuhan, tolong

Kau izinkan hati ini memilih
Kau izinkan jiwa ini jatuh

Kehidupan seakan mengolok
Takdir seakan mengekang

Kami bahkan tak pernah bersua
Tapi mengapa Kau biarkan
Rasa ini terlalu dalam
Aku hilang, Tuhan

Jika mungkin Kau hapuskan
Ku mohon lakukan

Jika kau izinkan
Ku mohon pertemukan

Jiwa ini tak ingin terlanjur lemah
Tak bisa bangkit lagi akhirnya

Hati ini tak kuat menahan rasa
Yang semakin merasuk ke sukma

Tuhan, jika boleh ku pinta
Aku hanya ingin dia

Ku serahkan segala
Ku nantikan keajaiban

Tak tahu harus bagaimana
Hanya Kau yang dapat meraba

Tuhan, ku mohon
Jaga dia

Jaga dia,
Untukku
Yang bahkan tak pantas disandingkan
Walau hanya dalam batas khayal

Ku percaya akan adanya kepastian
Sampai berjumpa di masa depan

Biarkan tangis sedu dan rintihan
Menjadi saksi kepiluan
Rasa yang terlalu dalam

Jaga dirimu di sana
Ku titipkan kau pada mereka

Carilah tempat bersinggah
Sebelum nanti akhirnya
Kembali ke rengkuhan


Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 22 Mei 2016 - 02.32 WIB

Malaikatku

Selamat malam, malaikatku
Kau kemanakan sayap itu?
Jangan kau sembunyikan terus!

Ah kadang aku lupa
Malaikat tak selamanya bersayap

Kau akan terbang kemana, malam ini?
Jangan lupa berkunjung ya
Pintu bunga tidurku selalu terbuka

Ah!
Lihatlah sinar itu!
Kau terlalu silau

Ini nampak tak adil
Apakah semua keindahan Tuhan,
sama sepertimu?

Kau rengkuh ku
Kau lindungi ku

Kau terlalu sempurna, bung!
Ini tidak adil.

Apalagi?
Kilauan senyummu?
Pantulan pandangmu?
Biasan cahayamu?

Berbagilah untuk makhluk lain
Kau terlalu serakah

Jangan kau ambil semua
Kau sudah terlalu mempesona

Berikanlah aku ruang
Aku ingin bernafas
Aku ingin marah

Aku ingin protes pada Tuhan
Kenapa kau dibiarkan bebas begitu saja!
Tempatmu itu di surga!
Jangan turun dulu!

Apa kayangan tidak merindu?
Ia telah kehilangan satu penghuni nya

Nirwana terus mencarimu
Kemana malaikat indah ku
Oceh nya

Kau yakin tak mau kembali?

Baiklah.
Tapi kau harus berjanji
Jangan terus meracuni fikiranku!

Kau ini malaikat, atau narkotika sih?
Kau bagaikan candu bagiku!
Aku merasa butuh rehabilitasi!

Ah ya, siapa namamu?
Bahkan namamu saja terlalu sempurna!

Ini tidak adil!

Ah, kau bilang apa?
Kau bertanya padaku?
Kapan kita akan bertemu?

Tanyakan lah pada semesta
Tanyakan juga pada Dewi Fortuna
Jangan lupa bicara pada sang Cupid
Karena nampaknya,
mereka belum memberiku hak nya

Tenang saja
Aku setia di sini

Tidak, aku tak akan pergi!

Tetaplah kembali ya!
Jangan terbang jauh-jauh!

Aku selalu di sini

Kau ingat kan, siapa aku?

Ya!
Benar!
Akulah tempatmu kembali.


Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 22 Mei 2016 - 10.48 WIB

Sang Biru

Bermula pada detik itu
Kala tatap kita berjumpa
Di bawah surya
Kau terjebak dalam lembah yang sama

Awalnya ku muak
Namun terelakkan semua
Hadirmu mengubahnya

Mereka bilang biru itu membuai
Mereka bilang biru itu merengkuh
Mereka bilang biru itu menenangkan
Mereka bilang biru itu bukan dirimu

Ku gelengkan kepala sekuatnya
Tak peduli apa kata mereka
Hati ini tahu kebenarannya
Kaulah sang biru sesungguhnya

Kita lalui hari bersama
Tawamu mewarnai semesta
Senyumanmu mengubah segala
Binar lensamu mencerahkan dunia

Ku meraung pada angin
Ku memohon pada embun
Ku melirih pada buih
Ku meratap pada purnama
Tolong jaga biru ku
'Tuk selamanya

Keyakinan ini
Terus ku agungi

Kerlip cantikmu
Bias sinarmu
Harum sukmamu
Bolehkah ku harap satu?
Tetaplah jadi biru ku

Mereka turut merasa
Bagaimana dirimu yang sebenarnya

Mereka pun meracau
Mereka ingin memujamu
Mereka ingin ketenanganmu

Ku patahkan asa itu
Karena mereka harus tahu
Kau hanya milikku

Egois?
Tidak, ini adil
Bahkan kau setuju

Hingga tiba sang petaka
Kau acuhkan segalanya

Bukankah sudah ku peringati!
Jangan dekati dia!
Dia mengaku sebagai siapa?
Yang dikirim Tuhan untuk menjaga?
Kau tahu semua nya dusta!

Dia merusak mu
Dia menyiksa mu

Dia merusak sang biru ku
Dia merobek jiwa ku
Dia mencabik rasa ku

Tangan ini berusaha
Meraba maestro indah nya

Mengapa biru ku terluka?

Terus ku rutukki diri ini
Betapa bodohnya

Aku kalah
Aku gagal
Biru ku ternoda

Maafkan aku

Siapa kah dirimu?
Mengapa masih mau memaklumi?

Cukup lah,
Ini membuatku semakin mabuk

Aku akhirnya tersadar
Sang biru memang begitu

Tapi ku tak bisa berdiam
Ku hadang sang petir
Ku hunuskan pedang

Tapi usai sudah
Semua nya terlambat

Jasadmu kaku
Badanmu terendam
Tungkaimu tergantung

Biru ku terkikis
Biru ku menangis
Biru ku dipaksa memuai

Aku tak mau kalah!
Hati ini mengharapkan mu
Jiwa ini menginginkan dekapmu
Raga ini mendesahkan namamu

Ku sebarkan pandangan
Nampak sisa mu di ujung ruang
Sebotol cinta
Bisakah?
Mampukah?

Ku tatapi bingkai indah wajahmu
Ku ratapi sisa jiwamu

Sisa cinta pun menyatu
Bagaimana rasanya?
Nyamankah?

Apa masih sakit?
Aku ingin kau berbagi
Jangan memaksa sendiri

Dekapan terakhir ini
Kecupan terakhir ini
Masih saja menggandrungi

Ah, ternyata kau masih ada
Sang biru ku masih ada

Kau balas
Kau genggam
Kau sadar
Kau tahu aku nyata

Sekarang istirahatlah, cinta

Ku ikhlaskan kau membias
Jadilah biru yang sempurna

Ku pinta satu
Ku mohon satu
Tunggulah aku

Akan segera berakhir
Akan segera selesai

Doakan aku
Semoga kelak menyusul mu

Apalah arti nya
Kala sang biru pudar
Aku kosong

Inilah intinya

Sampai bertemu nanti

Wahai sang biru.


Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 19 Mei 2016 - 09.23 WIB

Pemeran Utama

Langit membentang luas
Laut membelah dunia
Savana mewarnai pijakan
Hutan memberi kehidupan
Tapi kau lah sang pemeran utama

Lekukan mata itu
Apel pipi itu
Sunggingan bibir itu

Ah, nyaman..
Sungguh nyaman

Parasmu terus membuatku gila!
Parasmu terus menghantui mimpiku!
Tapi tak apa
Ku nikmati ini semua

Langkah akan membawamu kemana,
hari ini?
Panggung yang sama?
Ruang ganti baju yang sama?

Lihatlah!
Ribuan jiwa menantimu!

Tengoklah senyum mereka
Kau sungguh dipuja!

Bagaimana rasanya?
Bahagia?

Jangan begitu!
Jangan terus merengut!
Mereka mencintaimu
Layaknya jiwa ini

Sudah mengecap si pahit kah pagi ini?
Jangan lupakan si manis
Yang turut melengkapi

Oh Tuhan..
Gerakan tubuh itu
Hentakan kaki itu
Geraman keras itu
Tawa indah itu

Ku pinta satu padamu
Tolong pikirkan

Teruslah menjadi dirimu
Ku mohon

Jangan pedulikan para pecundang

Kau punya aku!
Aku yang selalu di sini
Menantimu dalam diam
Mengharapmu dalam doa

Yang tak ketinggalan..
Yang terakhir..
Yang terpenting..

Mencintaimu dalam jiwa.


Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 22.07 WIB

Kabar

Apa kabar?

Bagaimana ragamu?
Bagaimana jiwamu?

Ku harap kau selalu bahagia
Dicintai ribuan hawa
Dikagumi ribuan nyawa
Direngkuh ribuan jiwa

Semesta nampak setuju denganku
Tak biasanya, bukan?

Lihatlah ke atas!
Tidak, tidak! Bukan awan mendung itu!
Ubahlah sedikit koordinat nya!

Ah, sekarang bagaimana?
Indah, bukan?

Iya, indah.
Seperti dirimu.

Betul kan, kau suka langit cerah?
Matahari pun turut tersenyum
Pelangi itu!
Dia bahagia melihatmu

Hari ini, ku harap kau tidak terlalu letih
Ku harap kau terus tersenyum

Jangan begitu!
Jangan menatapku begitu!

Ah, maaf.
Ternyata aku mengkhayal lagi.

Oh ya,
Apa angin sudah berbisik?
Apa air sudah memberitahu?
Apa awan sudah berkata?
Aku menitipkan sesuatu

Jangan, jangan bilang padaku dulu!
Aku ingin kau menyimpannya sendiri

Jangan sampai semesta tahu!

Semesta itu jahat
Dia suka merusak harimu, bukan?

Tiba-tiba membuat langit menangis
Tiba-tiba memunculkan sang petir

Ah, tapi kau lah sang petir!

Petirmu selalu melengkapi jiwa ku
Menyengat dan mengagetkan

Nampaknya jemari ini takkan berhenti
Ku harap kau tak bosan, ya..

Yakini satu hal dalam hatimu
Aku selalu di sini
Walau kau tak tahu
Walau kau tak sadar

Akulah cintamu.


Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 21.58 WIB

Indah

Indah..
Begitu indah..

Ku kerjapkan mata
Ku yakini diri
Ku kuatkan kalbu

Hamparan bunga matahari
Sambutan mentari
Bentangan pelangi
Turut menemani

Kau kah itu?
Ah, tentu
Sang penyempurna

Teruskan!
Iya, terus!
Jangan berhenti!
Ku mohon..

Sekarang beritahu!
Siapakah sang maestro,
di balik senyum itu?

Terukir sempurna
Terbingkai paras rupawan
Terwujud sebuah mahakarya

Dirimu.

Dengar..
Bahkan si kutilang pun setuju
Di atas rindang sana
Mereka turut menikmati
Keindahan surga dunia

Sekarang apa?
Aku?
Tidak.
Tidak akan pernah ada.
Hanya kaulah yang sempurna.

Kilatan pandang itu
Kemurnian tawa itu
Genggaman tangan itu
Hanya kau yang punya!

Kala itu..
Jemarimu bermain
Senyummu terukir
Tanganmu merengkuh
Hatimu berkata
Inilah cinta

Tapi, tamparan itu sakit
Sangat sakit
Seperti disetrum rasanya

Kenyataan tidak mengizinkan
Semesta tidak mendukung
Aku pun terbangun

Ah, Tuhan..

Pertanda apakah ini?

Sudahi lah semua
Ku mohon..

Tapi..
Syukur ku panjatkan

Terimakasih

Terimakasih banyak

Telah membawa dirinya
Telah memberiku, walaupun sedikit
Kenangan indah dengannya

Sampai bertemu di lain mimpi,
Wahai pemilik hati.


Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 21.45 WIB

Air Mata

Air mata
Tetes demi tetes
Mengalir bagai terjun
Menyayupkan namamu dalam doa

Waktu tak mampu membendung
Rasa ini tlah terlalu penuh
Terlanjur tumpah tak tertahan

Jarak membentang
Jutaan langkah letih tercipta
Ribuan asa tersayat

Entah apa
Entah mengapa
Entah bagaimana
Entah 'tuk siapa

Semua ini untuk apa?
Untuk mu?
Untuk cinta?
Untuk apa?

Kau bahkan tak tahu
Bahwa ku ada

Aku benci
Aku ingin mengakhiri
Namun apa daya
Jiwa ini sendiri
Hati ini memilih

Aku ingin berhenti!
Aku ingin menyudahi!
Aku ingin pergi!

Bisakah kau?

Mampukah kau?

Tolong..

Lelehan rasa cinta
Tertuang dalam bait tak bersua

Air mata ini
Tak tahu untuk apa
Tak tahu untuk siapa

Aku hidup
Aku menatap langit yang sama
Aku menelan udara yang sama
Aku mendengar rintihan yang sama

Kau?
Sedang apa di sana?

Aku ingin egois
Aku ingin memiliki
Aku ingin menguasai

Namun ku sadar
Tak semestinya rasa ini ada

Kalimat pengakhirnya..

Hanyalah..

Aku ingin kau tahu,
Aku adalah cinta.


Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 18.58 WIB

Kau

Kau

Kau..
Sosok itu..
Berdiri tegap melawan angin
Tersenyum di tengah pendar cahaya

Kau..
Sosok itu..
Terus di depan memimpin cinta
Tanpa peduli siapa

Kau..
Sosok itu..
Penjaga hati
Pemilik segala rasa

Kau..
Sosok itu..
Yang terus menawan
Di tengah racauan ombak

Kau..
Sosok itu..
Dikenang kala purnama
Menghidupi sang malam

Kau..
Sosok itu..
Penenang keresahan jiwa
Penawar petir sang surya

Kau..
Sosok itu..
Meracau dalam kalbu
Memohon 'tuk dirindu

Kau..
Sosok itu..
Ksatria tanpa kuda
Pedang kau hunus ke udara

Kau..
Sosok itu..
Kapankah kau akan kembali
Jiwa ini terus menanti

Kau..
Sosok itu..
Udara sampaikan erangan
Cinta tanpa batasan

Kau..
Sosok itu..
Tenggelam dalam legam
Membawa angan yang kalut

Kau..
Sosok itu..
Pemilik hati ini

Kau..
Bahkan tak tau aku ada

Kau..
Tetaplah di sini

Kau..
Tetaplah untukku

Kau..
Tetaplah menjadi penguatku

Kau..

Kuyakin..

Hingga tiba waktunya nanti..

Semesta pun akan mengerti..

Hanya kau..

Kau.


Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 18.40 WIB