Mulutku membisu
Tanganku mendadak kaku
Hati ini membeku
Oh Tuhan, tolong
Kau izinkan hati ini memilih
Kau izinkan jiwa ini jatuh
Kehidupan seakan mengolok
Takdir seakan mengekang
Kami bahkan tak pernah bersua
Tapi mengapa Kau biarkan
Rasa ini terlalu dalam
Aku hilang, Tuhan
Jika mungkin Kau hapuskan
Ku mohon lakukan
Jika kau izinkan
Ku mohon pertemukan
Jiwa ini tak ingin terlanjur lemah
Tak bisa bangkit lagi akhirnya
Hati ini tak kuat menahan rasa
Yang semakin merasuk ke sukma
Tuhan, jika boleh ku pinta
Aku hanya ingin dia
Ku serahkan segala
Ku nantikan keajaiban
Tak tahu harus bagaimana
Hanya Kau yang dapat meraba
Tuhan, ku mohon
Jaga dia
Jaga dia,
Untukku
Yang bahkan tak pantas disandingkan
Walau hanya dalam batas khayal
Ku percaya akan adanya kepastian
Sampai berjumpa di masa depan
Biarkan tangis sedu dan rintihan
Menjadi saksi kepiluan
Rasa yang terlalu dalam
Jaga dirimu di sana
Ku titipkan kau pada mereka
Carilah tempat bersinggah
Sebelum nanti akhirnya
Kembali ke rengkuhan
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 22 Mei 2016 - 02.32 WIB
Rabu, 17 Mei 2017
Malaikatku
Selamat malam, malaikatku
Kau kemanakan sayap itu?
Jangan kau sembunyikan terus!
Ah kadang aku lupa
Malaikat tak selamanya bersayap
Kau akan terbang kemana, malam ini?
Jangan lupa berkunjung ya
Pintu bunga tidurku selalu terbuka
Ah!
Lihatlah sinar itu!
Kau terlalu silau
Ini nampak tak adil
Apakah semua keindahan Tuhan,
sama sepertimu?
Kau rengkuh ku
Kau lindungi ku
Kau terlalu sempurna, bung!
Ini tidak adil.
Apalagi?
Kilauan senyummu?
Pantulan pandangmu?
Biasan cahayamu?
Berbagilah untuk makhluk lain
Kau terlalu serakah
Jangan kau ambil semua
Kau sudah terlalu mempesona
Berikanlah aku ruang
Aku ingin bernafas
Aku ingin marah
Aku ingin protes pada Tuhan
Kenapa kau dibiarkan bebas begitu saja!
Tempatmu itu di surga!
Jangan turun dulu!
Apa kayangan tidak merindu?
Ia telah kehilangan satu penghuni nya
Nirwana terus mencarimu
Kemana malaikat indah ku
Oceh nya
Kau yakin tak mau kembali?
Baiklah.
Tapi kau harus berjanji
Jangan terus meracuni fikiranku!
Kau ini malaikat, atau narkotika sih?
Kau bagaikan candu bagiku!
Aku merasa butuh rehabilitasi!
Ah ya, siapa namamu?
Bahkan namamu saja terlalu sempurna!
Ini tidak adil!
Ah, kau bilang apa?
Kau bertanya padaku?
Kapan kita akan bertemu?
Tanyakan lah pada semesta
Tanyakan juga pada Dewi Fortuna
Jangan lupa bicara pada sang Cupid
Karena nampaknya,
mereka belum memberiku hak nya
Tenang saja
Aku setia di sini
Tidak, aku tak akan pergi!
Tetaplah kembali ya!
Jangan terbang jauh-jauh!
Aku selalu di sini
Kau ingat kan, siapa aku?
Ya!
Benar!
Akulah tempatmu kembali.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 22 Mei 2016 - 10.48 WIB
Kau kemanakan sayap itu?
Jangan kau sembunyikan terus!
Ah kadang aku lupa
Malaikat tak selamanya bersayap
Kau akan terbang kemana, malam ini?
Jangan lupa berkunjung ya
Pintu bunga tidurku selalu terbuka
Ah!
Lihatlah sinar itu!
Kau terlalu silau
Ini nampak tak adil
Apakah semua keindahan Tuhan,
sama sepertimu?
Kau rengkuh ku
Kau lindungi ku
Kau terlalu sempurna, bung!
Ini tidak adil.
Apalagi?
Kilauan senyummu?
Pantulan pandangmu?
Biasan cahayamu?
Berbagilah untuk makhluk lain
Kau terlalu serakah
Jangan kau ambil semua
Kau sudah terlalu mempesona
Berikanlah aku ruang
Aku ingin bernafas
Aku ingin marah
Aku ingin protes pada Tuhan
Kenapa kau dibiarkan bebas begitu saja!
Tempatmu itu di surga!
Jangan turun dulu!
Apa kayangan tidak merindu?
Ia telah kehilangan satu penghuni nya
Nirwana terus mencarimu
Kemana malaikat indah ku
Oceh nya
Kau yakin tak mau kembali?
Baiklah.
Tapi kau harus berjanji
Jangan terus meracuni fikiranku!
Kau ini malaikat, atau narkotika sih?
Kau bagaikan candu bagiku!
Aku merasa butuh rehabilitasi!
Ah ya, siapa namamu?
Bahkan namamu saja terlalu sempurna!
Ini tidak adil!
Ah, kau bilang apa?
Kau bertanya padaku?
Kapan kita akan bertemu?
Tanyakan lah pada semesta
Tanyakan juga pada Dewi Fortuna
Jangan lupa bicara pada sang Cupid
Karena nampaknya,
mereka belum memberiku hak nya
Tenang saja
Aku setia di sini
Tidak, aku tak akan pergi!
Tetaplah kembali ya!
Jangan terbang jauh-jauh!
Aku selalu di sini
Kau ingat kan, siapa aku?
Ya!
Benar!
Akulah tempatmu kembali.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 22 Mei 2016 - 10.48 WIB
Sang Biru
Bermula pada detik itu
Kala tatap kita berjumpa
Di bawah surya
Kau terjebak dalam lembah yang sama
Awalnya ku muak
Namun terelakkan semua
Hadirmu mengubahnya
Mereka bilang biru itu membuai
Mereka bilang biru itu merengkuh
Mereka bilang biru itu menenangkan
Mereka bilang biru itu bukan dirimu
Ku gelengkan kepala sekuatnya
Tak peduli apa kata mereka
Hati ini tahu kebenarannya
Kaulah sang biru sesungguhnya
Kita lalui hari bersama
Tawamu mewarnai semesta
Senyumanmu mengubah segala
Binar lensamu mencerahkan dunia
Ku meraung pada angin
Ku memohon pada embun
Ku melirih pada buih
Ku meratap pada purnama
Tolong jaga biru ku
'Tuk selamanya
Keyakinan ini
Terus ku agungi
Kerlip cantikmu
Bias sinarmu
Harum sukmamu
Bolehkah ku harap satu?
Tetaplah jadi biru ku
Mereka turut merasa
Bagaimana dirimu yang sebenarnya
Mereka pun meracau
Mereka ingin memujamu
Mereka ingin ketenanganmu
Ku patahkan asa itu
Karena mereka harus tahu
Kau hanya milikku
Egois?
Tidak, ini adil
Bahkan kau setuju
Hingga tiba sang petaka
Kau acuhkan segalanya
Bukankah sudah ku peringati!
Jangan dekati dia!
Dia mengaku sebagai siapa?
Yang dikirim Tuhan untuk menjaga?
Kau tahu semua nya dusta!
Dia merusak mu
Dia menyiksa mu
Dia merusak sang biru ku
Dia merobek jiwa ku
Dia mencabik rasa ku
Tangan ini berusaha
Meraba maestro indah nya
Mengapa biru ku terluka?
Terus ku rutukki diri ini
Betapa bodohnya
Aku kalah
Aku gagal
Biru ku ternoda
Maafkan aku
Siapa kah dirimu?
Mengapa masih mau memaklumi?
Cukup lah,
Ini membuatku semakin mabuk
Aku akhirnya tersadar
Sang biru memang begitu
Tapi ku tak bisa berdiam
Ku hadang sang petir
Ku hunuskan pedang
Tapi usai sudah
Semua nya terlambat
Jasadmu kaku
Badanmu terendam
Tungkaimu tergantung
Biru ku terkikis
Biru ku menangis
Biru ku dipaksa memuai
Aku tak mau kalah!
Hati ini mengharapkan mu
Jiwa ini menginginkan dekapmu
Raga ini mendesahkan namamu
Ku sebarkan pandangan
Nampak sisa mu di ujung ruang
Sebotol cinta
Bisakah?
Mampukah?
Ku tatapi bingkai indah wajahmu
Ku ratapi sisa jiwamu
Sisa cinta pun menyatu
Bagaimana rasanya?
Nyamankah?
Apa masih sakit?
Aku ingin kau berbagi
Jangan memaksa sendiri
Dekapan terakhir ini
Kecupan terakhir ini
Masih saja menggandrungi
Ah, ternyata kau masih ada
Sang biru ku masih ada
Kau balas
Kau genggam
Kau sadar
Kau tahu aku nyata
Sekarang istirahatlah, cinta
Ku ikhlaskan kau membias
Jadilah biru yang sempurna
Ku pinta satu
Ku mohon satu
Tunggulah aku
Akan segera berakhir
Akan segera selesai
Doakan aku
Semoga kelak menyusul mu
Apalah arti nya
Kala sang biru pudar
Aku kosong
Inilah intinya
Sampai bertemu nanti
Wahai sang biru.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 19 Mei 2016 - 09.23 WIB
Kala tatap kita berjumpa
Di bawah surya
Kau terjebak dalam lembah yang sama
Awalnya ku muak
Namun terelakkan semua
Hadirmu mengubahnya
Mereka bilang biru itu membuai
Mereka bilang biru itu merengkuh
Mereka bilang biru itu menenangkan
Mereka bilang biru itu bukan dirimu
Ku gelengkan kepala sekuatnya
Tak peduli apa kata mereka
Hati ini tahu kebenarannya
Kaulah sang biru sesungguhnya
Kita lalui hari bersama
Tawamu mewarnai semesta
Senyumanmu mengubah segala
Binar lensamu mencerahkan dunia
Ku meraung pada angin
Ku memohon pada embun
Ku melirih pada buih
Ku meratap pada purnama
Tolong jaga biru ku
'Tuk selamanya
Keyakinan ini
Terus ku agungi
Kerlip cantikmu
Bias sinarmu
Harum sukmamu
Bolehkah ku harap satu?
Tetaplah jadi biru ku
Mereka turut merasa
Bagaimana dirimu yang sebenarnya
Mereka pun meracau
Mereka ingin memujamu
Mereka ingin ketenanganmu
Ku patahkan asa itu
Karena mereka harus tahu
Kau hanya milikku
Egois?
Tidak, ini adil
Bahkan kau setuju
Hingga tiba sang petaka
Kau acuhkan segalanya
Bukankah sudah ku peringati!
Jangan dekati dia!
Dia mengaku sebagai siapa?
Yang dikirim Tuhan untuk menjaga?
Kau tahu semua nya dusta!
Dia merusak mu
Dia menyiksa mu
Dia merusak sang biru ku
Dia merobek jiwa ku
Dia mencabik rasa ku
Tangan ini berusaha
Meraba maestro indah nya
Mengapa biru ku terluka?
Terus ku rutukki diri ini
Betapa bodohnya
Aku kalah
Aku gagal
Biru ku ternoda
Maafkan aku
Siapa kah dirimu?
Mengapa masih mau memaklumi?
Cukup lah,
Ini membuatku semakin mabuk
Aku akhirnya tersadar
Sang biru memang begitu
Tapi ku tak bisa berdiam
Ku hadang sang petir
Ku hunuskan pedang
Tapi usai sudah
Semua nya terlambat
Jasadmu kaku
Badanmu terendam
Tungkaimu tergantung
Biru ku terkikis
Biru ku menangis
Biru ku dipaksa memuai
Aku tak mau kalah!
Hati ini mengharapkan mu
Jiwa ini menginginkan dekapmu
Raga ini mendesahkan namamu
Ku sebarkan pandangan
Nampak sisa mu di ujung ruang
Sebotol cinta
Bisakah?
Mampukah?
Ku tatapi bingkai indah wajahmu
Ku ratapi sisa jiwamu
Sisa cinta pun menyatu
Bagaimana rasanya?
Nyamankah?
Apa masih sakit?
Aku ingin kau berbagi
Jangan memaksa sendiri
Dekapan terakhir ini
Kecupan terakhir ini
Masih saja menggandrungi
Ah, ternyata kau masih ada
Sang biru ku masih ada
Kau balas
Kau genggam
Kau sadar
Kau tahu aku nyata
Sekarang istirahatlah, cinta
Ku ikhlaskan kau membias
Jadilah biru yang sempurna
Ku pinta satu
Ku mohon satu
Tunggulah aku
Akan segera berakhir
Akan segera selesai
Doakan aku
Semoga kelak menyusul mu
Apalah arti nya
Kala sang biru pudar
Aku kosong
Inilah intinya
Sampai bertemu nanti
Wahai sang biru.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 19 Mei 2016 - 09.23 WIB
Pemeran Utama
Langit membentang luas
Laut membelah dunia
Savana mewarnai pijakan
Hutan memberi kehidupan
Tapi kau lah sang pemeran utama
Lekukan mata itu
Apel pipi itu
Sunggingan bibir itu
Ah, nyaman..
Sungguh nyaman
Parasmu terus membuatku gila!
Parasmu terus menghantui mimpiku!
Tapi tak apa
Ku nikmati ini semua
Langkah akan membawamu kemana,
hari ini?
Panggung yang sama?
Ruang ganti baju yang sama?
Lihatlah!
Ribuan jiwa menantimu!
Tengoklah senyum mereka
Kau sungguh dipuja!
Bagaimana rasanya?
Bahagia?
Jangan begitu!
Jangan terus merengut!
Mereka mencintaimu
Layaknya jiwa ini
Sudah mengecap si pahit kah pagi ini?
Jangan lupakan si manis
Yang turut melengkapi
Oh Tuhan..
Gerakan tubuh itu
Hentakan kaki itu
Geraman keras itu
Tawa indah itu
Ku pinta satu padamu
Tolong pikirkan
Teruslah menjadi dirimu
Ku mohon
Jangan pedulikan para pecundang
Kau punya aku!
Aku yang selalu di sini
Menantimu dalam diam
Mengharapmu dalam doa
Yang tak ketinggalan..
Yang terakhir..
Yang terpenting..
Mencintaimu dalam jiwa.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 22.07 WIB
Laut membelah dunia
Savana mewarnai pijakan
Hutan memberi kehidupan
Tapi kau lah sang pemeran utama
Lekukan mata itu
Apel pipi itu
Sunggingan bibir itu
Ah, nyaman..
Sungguh nyaman
Parasmu terus membuatku gila!
Parasmu terus menghantui mimpiku!
Tapi tak apa
Ku nikmati ini semua
Langkah akan membawamu kemana,
hari ini?
Panggung yang sama?
Ruang ganti baju yang sama?
Lihatlah!
Ribuan jiwa menantimu!
Tengoklah senyum mereka
Kau sungguh dipuja!
Bagaimana rasanya?
Bahagia?
Jangan begitu!
Jangan terus merengut!
Mereka mencintaimu
Layaknya jiwa ini
Sudah mengecap si pahit kah pagi ini?
Jangan lupakan si manis
Yang turut melengkapi
Oh Tuhan..
Gerakan tubuh itu
Hentakan kaki itu
Geraman keras itu
Tawa indah itu
Ku pinta satu padamu
Tolong pikirkan
Teruslah menjadi dirimu
Ku mohon
Jangan pedulikan para pecundang
Kau punya aku!
Aku yang selalu di sini
Menantimu dalam diam
Mengharapmu dalam doa
Yang tak ketinggalan..
Yang terakhir..
Yang terpenting..
Mencintaimu dalam jiwa.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 22.07 WIB
Kabar
Apa kabar?
Bagaimana ragamu?
Bagaimana jiwamu?
Ku harap kau selalu bahagia
Dicintai ribuan hawa
Dikagumi ribuan nyawa
Direngkuh ribuan jiwa
Semesta nampak setuju denganku
Tak biasanya, bukan?
Lihatlah ke atas!
Tidak, tidak! Bukan awan mendung itu!
Ubahlah sedikit koordinat nya!
Ah, sekarang bagaimana?
Indah, bukan?
Iya, indah.
Seperti dirimu.
Betul kan, kau suka langit cerah?
Matahari pun turut tersenyum
Pelangi itu!
Dia bahagia melihatmu
Hari ini, ku harap kau tidak terlalu letih
Ku harap kau terus tersenyum
Jangan begitu!
Jangan menatapku begitu!
Ah, maaf.
Ternyata aku mengkhayal lagi.
Oh ya,
Apa angin sudah berbisik?
Apa air sudah memberitahu?
Apa awan sudah berkata?
Aku menitipkan sesuatu
Jangan, jangan bilang padaku dulu!
Aku ingin kau menyimpannya sendiri
Jangan sampai semesta tahu!
Semesta itu jahat
Dia suka merusak harimu, bukan?
Tiba-tiba membuat langit menangis
Tiba-tiba memunculkan sang petir
Ah, tapi kau lah sang petir!
Petirmu selalu melengkapi jiwa ku
Menyengat dan mengagetkan
Nampaknya jemari ini takkan berhenti
Ku harap kau tak bosan, ya..
Yakini satu hal dalam hatimu
Aku selalu di sini
Walau kau tak tahu
Walau kau tak sadar
Akulah cintamu.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 21.58 WIB
Bagaimana ragamu?
Bagaimana jiwamu?
Ku harap kau selalu bahagia
Dicintai ribuan hawa
Dikagumi ribuan nyawa
Direngkuh ribuan jiwa
Semesta nampak setuju denganku
Tak biasanya, bukan?
Lihatlah ke atas!
Tidak, tidak! Bukan awan mendung itu!
Ubahlah sedikit koordinat nya!
Ah, sekarang bagaimana?
Indah, bukan?
Iya, indah.
Seperti dirimu.
Betul kan, kau suka langit cerah?
Matahari pun turut tersenyum
Pelangi itu!
Dia bahagia melihatmu
Hari ini, ku harap kau tidak terlalu letih
Ku harap kau terus tersenyum
Jangan begitu!
Jangan menatapku begitu!
Ah, maaf.
Ternyata aku mengkhayal lagi.
Oh ya,
Apa angin sudah berbisik?
Apa air sudah memberitahu?
Apa awan sudah berkata?
Aku menitipkan sesuatu
Jangan, jangan bilang padaku dulu!
Aku ingin kau menyimpannya sendiri
Jangan sampai semesta tahu!
Semesta itu jahat
Dia suka merusak harimu, bukan?
Tiba-tiba membuat langit menangis
Tiba-tiba memunculkan sang petir
Ah, tapi kau lah sang petir!
Petirmu selalu melengkapi jiwa ku
Menyengat dan mengagetkan
Nampaknya jemari ini takkan berhenti
Ku harap kau tak bosan, ya..
Yakini satu hal dalam hatimu
Aku selalu di sini
Walau kau tak tahu
Walau kau tak sadar
Akulah cintamu.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 21.58 WIB
Indah
Indah..
Begitu indah..
Ku kerjapkan mata
Ku yakini diri
Ku kuatkan kalbu
Hamparan bunga matahari
Sambutan mentari
Bentangan pelangi
Turut menemani
Kau kah itu?
Ah, tentu
Sang penyempurna
Teruskan!
Iya, terus!
Jangan berhenti!
Ku mohon..
Sekarang beritahu!
Siapakah sang maestro,
di balik senyum itu?
Terukir sempurna
Terbingkai paras rupawan
Terwujud sebuah mahakarya
Dirimu.
Dengar..
Bahkan si kutilang pun setuju
Di atas rindang sana
Mereka turut menikmati
Keindahan surga dunia
Sekarang apa?
Aku?
Tidak.
Tidak akan pernah ada.
Hanya kaulah yang sempurna.
Kilatan pandang itu
Kemurnian tawa itu
Genggaman tangan itu
Hanya kau yang punya!
Kala itu..
Jemarimu bermain
Senyummu terukir
Tanganmu merengkuh
Hatimu berkata
Inilah cinta
Tapi, tamparan itu sakit
Sangat sakit
Seperti disetrum rasanya
Kenyataan tidak mengizinkan
Semesta tidak mendukung
Aku pun terbangun
Ah, Tuhan..
Pertanda apakah ini?
Sudahi lah semua
Ku mohon..
Tapi..
Syukur ku panjatkan
Terimakasih
Terimakasih banyak
Telah membawa dirinya
Telah memberiku, walaupun sedikit
Kenangan indah dengannya
Sampai bertemu di lain mimpi,
Wahai pemilik hati.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 21.45 WIB
Begitu indah..
Ku kerjapkan mata
Ku yakini diri
Ku kuatkan kalbu
Hamparan bunga matahari
Sambutan mentari
Bentangan pelangi
Turut menemani
Kau kah itu?
Ah, tentu
Sang penyempurna
Teruskan!
Iya, terus!
Jangan berhenti!
Ku mohon..
Sekarang beritahu!
Siapakah sang maestro,
di balik senyum itu?
Terukir sempurna
Terbingkai paras rupawan
Terwujud sebuah mahakarya
Dirimu.
Dengar..
Bahkan si kutilang pun setuju
Di atas rindang sana
Mereka turut menikmati
Keindahan surga dunia
Sekarang apa?
Aku?
Tidak.
Tidak akan pernah ada.
Hanya kaulah yang sempurna.
Kilatan pandang itu
Kemurnian tawa itu
Genggaman tangan itu
Hanya kau yang punya!
Kala itu..
Jemarimu bermain
Senyummu terukir
Tanganmu merengkuh
Hatimu berkata
Inilah cinta
Tapi, tamparan itu sakit
Sangat sakit
Seperti disetrum rasanya
Kenyataan tidak mengizinkan
Semesta tidak mendukung
Aku pun terbangun
Ah, Tuhan..
Pertanda apakah ini?
Sudahi lah semua
Ku mohon..
Tapi..
Syukur ku panjatkan
Terimakasih
Terimakasih banyak
Telah membawa dirinya
Telah memberiku, walaupun sedikit
Kenangan indah dengannya
Sampai bertemu di lain mimpi,
Wahai pemilik hati.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 21.45 WIB
Air Mata
Air mata
Tetes demi tetes
Mengalir bagai terjun
Menyayupkan namamu dalam doa
Waktu tak mampu membendung
Rasa ini tlah terlalu penuh
Terlanjur tumpah tak tertahan
Jarak membentang
Jutaan langkah letih tercipta
Ribuan asa tersayat
Entah apa
Entah mengapa
Entah bagaimana
Entah 'tuk siapa
Semua ini untuk apa?
Untuk mu?
Untuk cinta?
Untuk apa?
Kau bahkan tak tahu
Bahwa ku ada
Aku benci
Aku ingin mengakhiri
Namun apa daya
Jiwa ini sendiri
Hati ini memilih
Aku ingin berhenti!
Aku ingin menyudahi!
Aku ingin pergi!
Bisakah kau?
Mampukah kau?
Tolong..
Lelehan rasa cinta
Tertuang dalam bait tak bersua
Air mata ini
Tak tahu untuk apa
Tak tahu untuk siapa
Aku hidup
Aku menatap langit yang sama
Aku menelan udara yang sama
Aku mendengar rintihan yang sama
Kau?
Sedang apa di sana?
Aku ingin egois
Aku ingin memiliki
Aku ingin menguasai
Namun ku sadar
Tak semestinya rasa ini ada
Kalimat pengakhirnya..
Hanyalah..
Aku ingin kau tahu,
Aku adalah cinta.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 18.58 WIB
Tetes demi tetes
Mengalir bagai terjun
Menyayupkan namamu dalam doa
Waktu tak mampu membendung
Rasa ini tlah terlalu penuh
Terlanjur tumpah tak tertahan
Jarak membentang
Jutaan langkah letih tercipta
Ribuan asa tersayat
Entah apa
Entah mengapa
Entah bagaimana
Entah 'tuk siapa
Semua ini untuk apa?
Untuk mu?
Untuk cinta?
Untuk apa?
Kau bahkan tak tahu
Bahwa ku ada
Aku benci
Aku ingin mengakhiri
Namun apa daya
Jiwa ini sendiri
Hati ini memilih
Aku ingin berhenti!
Aku ingin menyudahi!
Aku ingin pergi!
Bisakah kau?
Mampukah kau?
Tolong..
Lelehan rasa cinta
Tertuang dalam bait tak bersua
Air mata ini
Tak tahu untuk apa
Tak tahu untuk siapa
Aku hidup
Aku menatap langit yang sama
Aku menelan udara yang sama
Aku mendengar rintihan yang sama
Kau?
Sedang apa di sana?
Aku ingin egois
Aku ingin memiliki
Aku ingin menguasai
Namun ku sadar
Tak semestinya rasa ini ada
Kalimat pengakhirnya..
Hanyalah..
Aku ingin kau tahu,
Aku adalah cinta.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 18.58 WIB
Kau
Kau
Kau..
Sosok itu..
Berdiri tegap melawan angin
Tersenyum di tengah pendar cahaya
Kau..
Sosok itu..
Terus di depan memimpin cinta
Tanpa peduli siapa
Kau..
Sosok itu..
Penjaga hati
Pemilik segala rasa
Kau..
Sosok itu..
Yang terus menawan
Di tengah racauan ombak
Kau..
Sosok itu..
Dikenang kala purnama
Menghidupi sang malam
Kau..
Sosok itu..
Penenang keresahan jiwa
Penawar petir sang surya
Kau..
Sosok itu..
Meracau dalam kalbu
Memohon 'tuk dirindu
Kau..
Sosok itu..
Ksatria tanpa kuda
Pedang kau hunus ke udara
Kau..
Sosok itu..
Kapankah kau akan kembali
Jiwa ini terus menanti
Kau..
Sosok itu..
Udara sampaikan erangan
Cinta tanpa batasan
Kau..
Sosok itu..
Tenggelam dalam legam
Membawa angan yang kalut
Kau..
Sosok itu..
Pemilik hati ini
Kau..
Bahkan tak tau aku ada
Kau..
Tetaplah di sini
Kau..
Tetaplah untukku
Kau..
Tetaplah menjadi penguatku
Kau..
Kuyakin..
Hingga tiba waktunya nanti..
Semesta pun akan mengerti..
Hanya kau..
Kau.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 18.40 WIB
Kau..
Sosok itu..
Berdiri tegap melawan angin
Tersenyum di tengah pendar cahaya
Kau..
Sosok itu..
Terus di depan memimpin cinta
Tanpa peduli siapa
Kau..
Sosok itu..
Penjaga hati
Pemilik segala rasa
Kau..
Sosok itu..
Yang terus menawan
Di tengah racauan ombak
Kau..
Sosok itu..
Dikenang kala purnama
Menghidupi sang malam
Kau..
Sosok itu..
Penenang keresahan jiwa
Penawar petir sang surya
Kau..
Sosok itu..
Meracau dalam kalbu
Memohon 'tuk dirindu
Kau..
Sosok itu..
Ksatria tanpa kuda
Pedang kau hunus ke udara
Kau..
Sosok itu..
Kapankah kau akan kembali
Jiwa ini terus menanti
Kau..
Sosok itu..
Udara sampaikan erangan
Cinta tanpa batasan
Kau..
Sosok itu..
Tenggelam dalam legam
Membawa angan yang kalut
Kau..
Sosok itu..
Pemilik hati ini
Kau..
Bahkan tak tau aku ada
Kau..
Tetaplah di sini
Kau..
Tetaplah untukku
Kau..
Tetaplah menjadi penguatku
Kau..
Kuyakin..
Hingga tiba waktunya nanti..
Semesta pun akan mengerti..
Hanya kau..
Kau.
Karya : Nuria Isna Asyar
Depok, 17 Mei 2016 - 18.40 WIB
Langganan:
Postingan (Atom)