Rabu, 08 Juni 2016

Inflasi Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri




            Fenomena inflasi bukanlah hal baru bagi rakyat Indonesia, dalam setahun terkadang kita sudah dapat memprediksi kiranya kapan saja akan terjadi inflasi. Para ibu rumah tangga turut berkeluh kesah apabila ditanya bagaimana tanggapan terhadap kenaikan harga barang baik itu barang pokok maupun kebutuhan sampingan. Sebenarnya, inflasi itu terjadi karena apa? Salah siapa? Pemerintah? Atau sikap konsumtif masyarakatnya?
        Dikutip dari laman Wikipedia, dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.  Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
            Definisi simpel dari inflasi itu sendiri adalah keadaan dimana harga barang secara umum mengalami kenaikan terus menerus atau terjadi penurunan mata uang dalam negeri. Lalu mengapa inflasi sering terjadi menjelang bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri? Apa penyebabnya?

Sudah menjadi tradisi umat Islam di seluruh dunia, khususnya Indonesia, ketika memasuki bulan Ramadhan maupun Idul Fitri mereka menyambutnya dengan perasaan gembira dan suka cita. Namun, berbarengan dengan kedatangan bulan Ramadhan maupun hari raya Idul Fitri, sepertinya sudah menjadi hal yang biasa bahwa harga barang dan kebutuhan pokok lainnya akan merangkak naik. Dan ini sudah menjadi suatu ritual tahunan yang harus dihadapi umat Islam.
Dalam prespektif Al-Qur’an, sumber munculnya ketidakstabilan di bidang ekonomi yang berujung pada inflasi tinggi adalah akibat dari penggunaan mata uang yang menyimpang dari tuntunan Al-Qur’an. Penyimpangan dimaksud tidak lain adalah menggunakan mata uang sebagai komoditi dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya (riba), dengan tidak memikirkan penderitaan orang lain (konsumen).
Kalau dilihat dari sudut ilmu ekonomi, yang memicu terjadinya inflasi disuatu negara ataupun daerah disebabkan dua faktor. Pertama, Cost push Inflation, yakni kenaikan harga barang-barang karena adanya kenaikan biaya produksi. Dapat dikemukakan seperti naiknya harga bahan baku, kenaikan bunga kredit, naiknya sewa tempat usaha dan kenaikan-kenaikan lainnya yang berkaitan dengan produksi suatu barang/jasa.
Kedua, Demand Full Inflation, yaitu kenaikan harga barang yang disebabkan oleh meningkatnyan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa di pasar. Kasus seperti ini wajar karena menurut prinsip ilmu ekonomi, semakin tinggi permintaan terhadap sebuah komoditas maka harga komoditas tersebut akan naik.  Nampaknya faktor inilah yang menjadi penyebab utama kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok pada setiap menjelang Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini maupun tahun-tahun sebelumnya.

Kita kesampingkan penyebab inflasi terjadi, mari kita bahas mengenai fenomena inflasi menjelang Idul Fitri.
Kebiasaan lama yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia memperoleh pendapatan lebih besar menjelang hari raya. Kenaikan pendapatan tersebut akan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi semakin meningkat. Masyarakat akan lebih banyak melakukan aktivitas pembelanjaan (pengeluaran) untuk sejumlah kebutuhan di bulan suci Ramadhan dan hari raya. Misalnya, seperti pembelanjaan kebutuhan pokok, makanan jadi, pakaian, aksesoris, perhiasan, transportasi, dan pembelanjaan lain-lain yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pribadi. Kebiasaan semacam ini sudah menjadi gaya hidup konsumerisme pada umumnya umat Islam di Indonesia.
Di Indonesia, kita mengenal istilah Tunjangan Hari Raya (THR) yang merupakan bentuk apresiasi atas tenaga kerja dalam bentuk uang tunai. Hampir bisa dipastikan apabila THR yang disalurkan akan dibelanjakan langsung atau dibelanjakan dalam waktu dekat. Pada umumnya, besarnya THR melampaui besarnya penghasilan dalam sebulan. Ekspektasinya cukup tinggi, bisa mencapai 2-3 kali lipat dari besarnya penghasilan dalam sebulan. Artinya, jumlah uang beredar yang meningkat di luar ekspektasi keseimbangan harga akan merubah kurva keseimbangannya menjadi semakin elastis di mana harga-harga akan semakin mudah untuk mengalami lonjakan kenaikan.
THR bukanlah satu-satunya instrumen pendapatan yang memicu terjadinya lonjakan jumlah uang beredar. Menjelang bulan suci Ramadhan dan hari raya, masyarakat akan memperoleh tambahan pendapatan (alternatif) yang diperoleh dengan memanfaatkan jasa pegadaian. Pencairan dana cepat tersebut nantinya akan digunakan untuk menopang pemenuhan kebutuhan (atau konsumsi) masyarakat menjelang hari raya. Ini masih belum lagi ditambahkan dengan dana cepat dari sejumlah rentenir. Ekspektasi atas tingginya peredaran uang tersebut masih ditambahkan lagi dengan dicairkannya sejumlah simpanan bank (atau lembaga keuangan) sebagai bagian untuk mendukung aktivitas konsumsi di bulan suci Ramadhan dan hari raya.
Kebiasaan masyarakat Indonesia menghabiskan uang THR nya untuk membeli berbagai macam barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan itulah yang menjadi penyebab inflasi pada bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri. Inflasi ini nampaknya sudah menjadi tradisi menahun dan penyedap rasa menjelang hari kemenangan. Tapi salah satu keunikan rakyat Indonesia adalah, seberapa tinggi pun kenaikan harga barang barang yang disebabkan oleh inflasi pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, mereka tetap akan membelinya. Memang benar Ramadhan ialah bulan yang penuh berkah, karena sebagian orang merasakan bahwa rezeki mereka selalu ada dibandingkan dengan bulan bulan lain di luar Ramadhan, ketika mereka ingin membeli barang ini itu tapi tidak ada uang, sedangkan pada bulan Ramadhan mereka selalu dapat membeli apa yang mereka inginkan.

Lalu ketika terjadi inflasi di bulan Ramadhan, apa yang pemerintah lakukan?

Pemerintah di negara manapun memiliki kewajiban utama untuk melakukan stabilisasi harga. Maksudnya stabilisasi dilakukan apabila ditemukan ketidakwajaran di luar perilaku harga pada kondisi normal. Untuk kasus di Indonesia, persoalan stabilisasi harga di masa bulan suci Ramadhan dan Lebaran bukanlah persoalan yang sederhana, karena sumber masalahnya berakar dari kebijakan dan sikap pemerintah di masa lalu. Kebijakan perekonomian dalam berorientasi pada pertumbuhan lebih menitikberatkan atau berorientasi untuk mendorong sisi permintaan, sehingga semakin membentuk gaya hidup yang cenderung konsumtif di masyarakat. Hal ini masih ditambahkan dengan gaya hidup pejabat dan keluarganya yang konsumtif menjadi contoh bagi masyarakat. Mengenai pengendalian dan stabilisasi harga sejak lama lebih berpihak kepada sisi permintaan, bukan memperhatikan sisi penawaran. Sekalipun demikian, dengan segala kewenangan yang dimilikinya, pemerintah seharusnya punya otorisasi penuh untuk mengendalikan harga dari ketidakwajaran dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Bagaimana sikap kita seharusnya dalam menghadapi inflasi yang selalu terjadi? Caranya mudah, pergunakanlah uang yang kita miliki dengan baik. Kita harus bisa mengatur pengeluaran dengan bijaksana, kita harus bisa memisahkan daftar barang mana saja yang memang kita butuhkan dan mana yang hanya kita inginkan. Jadilah ekonom yang cerdas, kelolalah uang yang kita miliki dengan sebaik mungkin tanpa mengurangi kemeriahan Ramadhan dan hari raya kemenangan Idul Fitri yang akan segera tiba.



DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar: