Minggu, 01 Mei 2016

Peranan Industri Musik dalam Ekonomi Kreatif Indonesia


            Indonesia dengan potensi kekayaan yang sangat besar baik potensi sumberdaya alam, keragaman budaya, maupun sumberdaya manusia, perlu mengedepankan kreativitas dan inovasi dalam pembangunan nasional untuk mengoptimalkan berbagai potensi kekayaan yang dimilikinya. Ekonomi kreatif yang berbasis kepada modal kreativitas sumberdaya manusia, berpeluang mendorong daya saing bangsa Indonesia di masa depan. Jika sumberdaya manusia Indonesia yang jumlahnya sangat besar memiliki kemampuan untuk berkreasi untuk menciptakan inovasi dan nilai tambah, maka kreativitas tersebut akan menjadi sumberdaya terbarukan yang tidak ada habisnya. Kreativitas akan mendorong dihasilkannya produk-produk manufaktur dan jasa yang inovatif dan bernilai tambah tinggi sehingga kelak Indonesia tidak akan lagi bergantung pada ekspor bahan mentah, tetapi juga akan mampu mengekspor produk yang bernilai tambah tinggi. Kreativitas dan inovasi juga akan menjadikan warisan budaya dan kearifan lokal berkontribusi besar tidak hanya bagi perekonomian nasional namun juga bagi peningkatan citra bangsa Indonesia di mata dunia internasional.
 
Perpres Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif telah mengklasifikasi ulang sub-sektor industri kreatif dari 15 sub-sektor menjadi 16 sub-sektor, yaitu arsitektur; desain interior; desain komunikasi visual; desain produk; film, animasi, dan video; fotografi; kriya; kuliner; musik; fashion; aplikasi dan game developer; penerbitan; periklanan; televisi dan radio; seni pertunjukan; dan seni rupa. Kontribusi 15 sub-sektor industri kreatif terhadap proporsi PDB tahun 2014, yang menunjukkan bahwa industri kuliner merupakan sub sektor dengan kontribusi PDB terbesar yaitu sebesar 32%. Sedangkan hasil analisa kuadran dengan menggunakan variabel tingkat pertumbuhan PDB dan proporsi terhadap PDB menunjukan bahwa industri fashion merupakan industri yang paling tinggi tingkat pertumbuhan dan proporsinya terhadap PDB. Sedangkan industri layanan komputer dan perangkat lunak; periklanan; arsitektur; riset dan pengembangan; fotografi, film, dan video; radio dan televisi; serta permainan interaktif, meskipun proporsinya terhadap PDB masih rendah, namun mencatat tingkat pertumbuhan tinggi sehingga potensial untuk dikembangkan.

Pengembangan ekonomi kreatif saat ini masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan. Rencana Induk Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia menuju 2025 mengidentifikasi tujuh isu utama yang menjadi tantangan bagi perkembangan ekonomi kreatif, yaitu sumberdaya manusia kreatif, bahan baku, daya saing industri, pembiayaan, pasar, infrastruktur dan teknologi, serta kelembagaan dan iklim usaha.

            Salah satu industri dalam ekonomi kreatif yang cukup memberi andil besar adalah industri musik. Industri musik tidak dapat dipandang sebelah mata karena ternyata memiliki peran yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional dan memiliki efek berganda bagi aktivitas perekonomian lainnya.

            Industri musik menyumbang Rp5,237 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang 2013 dengan jumlah usaha dan serapan tenaga kerja yang terus meningkat. 

"Sumbangan terhadap PDB dari industri musik kita terus bertambah, bahkan serapan tenaga kerjanya mencapai 55.958 orang tahun lalu. Sayangnya dibandingkan sektor lain ini masih sangat kecil, masih hanya nol koma sekian persen," kata Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Ahman Sya.

Menparekraf meyakini bahwa mengikuti tren global, potensi kontribusi industri musik Indonesia ke depan dinilai akan semakin meningkat. Indonesia, lanjutnya, merupakan negara yang mempunyai potensi tidak terbatas untuk mengembangkan industri kreatifnya karena orang kreatif di Indonesia memiliki aset yang luar biasa, yaitu warisan budayanya yang tercermin dalam semua industri kreatif termasuk musik.

Kemenparekraf telah memasukkan industri musik dalam Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015. Dalam cetak biru itu disebutkan industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

            Industri musik nasional saat ini telah mampu menguasai sebesar 85 persen pangsa pasar dalam negeri dengan kecendrungan meningkat setiap tahun. Kemenparekraf juga telah mendorong terbentuknya lebih banyak sentra inovasi untuk industri kreatif di Indonesia agar pelaku kreatif bisa semakin mengembangkan potensinya dengan optimal.

            Namun, dalam perkembangan industri musik ini mengalami hambatan, salah satunya adalah maraknya pembajakan ilegal terhadap musik para musisi Indonesia.
Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) memperkirakan produk karya rekaman ilegal mencapai 95% baik di dunia fiskal (kaset, CD, VCD, dan DVD) maupun di internet. Potential loss yang timbul akibat tindakan tersebut mencapai Rp12 triliun per tahun. 

Maraknya illegal download menyebabkan perlahan industri musik mulai menggeser tren ke arah bisnis pertunjukan. Meski demikian, menurut Rahayu, daya jangkau bisnis ini terhadap penikmat musik masih relatif terbatas.

            Sebagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi pembajakan ilegal terhadap karya musik anak bangsa tersebut, PAPPRI atau Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik meminta agar pemerintah melindungi hak kekayaan intelektual pemusik. 

            Di Indonesia, perlindungan hukum dilakukan berdasar antara lain UU 28 / 2014 tentang Hak Cipta, selain itu UU 14 / 2001 tentang Paten dan UU 15 / 2001 tentang Merek. Selain itu terdapat PP 29 / 2004 tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (optical disc).

Dirjen Pengembangan Seni Pertunjukan dan Industri Musik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengatakan dalam pengembangan industri musik, terdapat beberapa hal yang harus menjadi pokok perhatian di antaranya kreasi, reproduksi, distribusi, dan konsumsi.

Dari 15 subsektor yang dikembangkan dalam ekonomi kreatif, subsektor musik masih menjadi medioker ekspor yang saat ini masih didominasi subsektor lain berbasis desain. Diperkirakan kontribusi musik masih berkisar 5-7% dari total ekspor ekonomi kreatif, masih kalah jauh dibanding subsektor desain yang mencapai 40%.

Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya banyak sektor industri dalam ekonomi kreatif Indonesia yang masih bisa berkembang jauh lebih besar ke depannya apabila terus diimbangi dengan pengawasan pemerintah dalam menjaga hak aktualisasi SDM Indonesia. Salah satunya adalah industri musik, industri ini dinilai akan dapat terus tumbuh ke depannya asalkan diiringi dengan kerja pemerintah dalam melaksanakan apa yang terdapat pada Undang Undang tentang Hak Cipta, Hak Paten, Merek, dan sebagainya.



            DAFTAR PUSTAKA