Peristiwa Rengasdengklok,
Bagian Penting Proklamasi Indonesia
Pertama-tama,
saya akan menjelaskan alasan mengapa saya mengambil Peristiwa Rengasdengklok, Bagian
Penting Proklamasi Indonesia sebagai judul penulisan yang saya buat. Menurut
saya, suatu bangsa yang maju adalah suatu bangsa yang menghargai sejarahnya,
dan dalam memajukan suatu bangsa tidak akan terlepas dari peran serta generasi
muda. Dalam konteks ini, saya ingin menunjukkan betapa pentingnya peristiwa
Rengasdengklok dalam deretan kejadian penting pra-Proklamasi hingga pengucapan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia, dan saya ingin melalui tulisan ini saya dapat memberikan pandangan
luas mengenai keteladanan apa-apa saja yang dapat kita ambil dari peristiwa
ini. Khususnya untuk generasi muda Indonesia.
Peristiwa Rengasdengklok bukanlah suatu
hal yang asing di telinga anak Indonesia, sejak duduk di bangku sekolah dasar
kita telah mendapat pelajar Ilmu Pengetahuan Sosial yang menerangkan secara
men-detail bagaimana rangkaian peristiwa yang terjadi selama masa penjajahan, menyerahnya
sekutu, pemberian janji kemerdekaan, polemik pelik antar golongan tua dan
golongan muda yang sama-sama ingin se-segera mungkin memerdekakan bangsanya, penculikan
golongan tua oleh golongan muda, pra-Proklamasi, pengetikan naskah proklamasi,
penjahitan bendera sang saka merah putih oleh Ibu Fatmawati, hingga pembacaan
teks Proklamasi Republik Indonesia yang akhirnya terlaksana pada pukul 10.00 pagi
di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, oleh Presiden Soekarno.
Namun,
apa sebenarnya makna dari peristiwa tersebut? Adakah keteladanan yang dapat
kita ambil dari sepenggal saksi kemerdekaan Indonesia itu? Perlukah kita
sebagai generasi muda untuk tahu?
Peristiwa Rengasdengklok itu sendiri
adalah peristiwa yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945, hari dimana
golongan muda ‘menculik’ golongan tua dan membawa mereka ke wilayah
Rengasdengklok, yakni 15 km ke arah Jalan Raya Jakarta-Cirebon dengan maksud
mendesak our founding fathers yaitu
Ir. Soekarno dan Bung Hatta untuk sesegera mungkin membacakan teks Proklamasi
Indonesia tanpa perlu menunggu PPKI.
Keinginan
golongan muda untuk sesegera mungkin membuat Bung Karno dan Bung Hatta
membacakan teks Proklamasi memang bukanlah suatu hal yang salah, karena mereka
turut merasakan dan menjadi bagian dari perjuangan bangsa Indonesia dalam
merebut hak sebagai negara bebas jajahan dari tangan Jepang. Bermula dari Sutan
Sjahrir yang pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) kemudian bertemu dengan
golongan muda seperti Sukarni, Sayuti Melik, BM Diah dan lain lain untuk
melaporkan apa yang baru saja terjadi di kediaman Bung Hatta dan Bung Karno.
Mendengar hal tersebut, golongan muda menghendaki agar founding fathers segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Golongan
Muda berpendapat bahwa tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia
menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Jepang mengenai menyerahnya mereka
kepada sekutu. Seharusnya bangsa Indonesia segera mengambil inisiatif sendiri
untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan.
Pada 15 Agustus 1945, para pemuda
melakukan musyawarah kemudian diputuskan untuk mendesak Soekarno agar bersedia
melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya. Singkat cerita,
setelah Wikana dan Darwis yang diutus oleh golongan muda untuk menemui Bung
Karno namun tidak berhasil membujuk agar proklamasi segera dilaksanakan, karena
beliau belum bersedia memproklamasikan Indonesia tanpa PPKI, menyebabkan
terjadinya persaingan sengit antara Soekarno dan Wikana juga Darwis.
Sampai pada akhirnya, tanggal 16 Agustus
1945 pukul 04.00 WIB terjadilah peristiwa penculikan golongan tua yaitu Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta oleh golongan muda, yang kemudian membawa mereka ke
Rengasdengklok.
Hari
itu merupakan hari yang panjang, dimulai dari kebingungan yang dirasakan oleh
golongan tua karena Bung Karno dan Bung Hatta mendadak hilang, perdebatan
antara golongan tua dan golongan muda di Jakarta, pendesakkan yang dilakukan
oleh golongan muda terhadap Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok, hingga
akhirnya Achmad Soebardjo pergi ke Rengasdengklok setelah mendapat informasi
dari Wikana dan kemudian berhasil meyakinkan golongan muda bahwa proklamasi
akan segera dilaksanakan keesokan harinya tepat pada tanggal 17 Agustus 1945.
Demikian
sekilas penjabaran singkat mengenai Peristiwa
Rengasdengklok, lalu apa makna dari peristiwa itu sebenarnya?
Peristiwa Rengasdengklok menunjukkan
betapa beratnya perjuangan yang dijalani oleh golongan muda dan golongan tua
demi memerdekakan bangsa ini, semangat juang para golongan muda yang tak kenal
gentar dalam melawan Jepang dan Sekutu, kenekatan mereka menculik Bung Karno
dan Bung Hatta ke Rengasdengklok juga merupakan satu bukti bahwa mereka
menuntut apa yang telah menjadi hak bangsa Indonesia tanpa perlu menunggu waktu
lama lagi.
Namun
sikap yang ditunjukkan founding fathers
atau Bapak Pendiri Indonesia juga tidaklah salah, mereka telah menimbang dengan
sedemikian rupa hingga terus terusan menolak keinginan golongan muda untuk mempercepat
proklamasi tanpa PPKI.
Tidakkah
kita sebagai generasi muda merasa malu? Kita seharusnya dapat meneladani sikap
golongan muda yang tanpa patah arang dan terus bersemangat dalam memperjuangkan
apa yang sudah menjadi hak nya, golongan muda pun terus menunjukkan betapa
seriusnya mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tapi, apa sikap
yang justru generasi muda di era saat ini tunjukkan? Kita nampaknya lebih
peduli akan strata sosial dan status yang menunjukkan kegaulan diri dibanding
menjadi generasi muda yang berkualitas dan menjunjung tinggi nasionalisme.
Nasionalisme
bukanlah sesuatu yang dapat dibeli dengan uang. Nasionalisme bukanlah suatu hal
yang dapat dengan mudahnya kita umbar di social
media. Nasionalisme ialah suatu hal mendarah daging yang sudah seharusnya selalu
kita junjung dalam diri.
Sebagai
generasi muda yang tumbuh di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi abad
ke-21 saat ini, sudah seharusnya kita mengimplimentasikan kecintaan kita akan
tanah air dan terus mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang dengan
mengorbankan seluruh hidupnya hanya demi bangsa Indonesia dengan tetap
menumbuhkan rasa cinta tanah air, Nasionalisme, dan Patriotisme terhadap Bumi
Ibu Pertiwi ini.
Mari bersama-sama kita wujudkan INDONESIA
MERDEKA! Jika bukan kita, SIAPA LAGI?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar