Selasa, 22 Maret 2016

Keteladanan dari Peristiwa Rengasdengklok, Bagian Penting Proklamasi Indonesia



Peristiwa Rengasdengklok,
Bagian Penting Proklamasi Indonesia

            Pertama-tama, saya akan menjelaskan alasan mengapa saya mengambil Peristiwa Rengasdengklok, Bagian Penting Proklamasi Indonesia sebagai judul penulisan yang saya buat. Menurut saya, suatu bangsa yang maju adalah suatu bangsa yang menghargai sejarahnya, dan dalam memajukan suatu bangsa tidak akan terlepas dari peran serta generasi muda. Dalam konteks ini, saya ingin menunjukkan betapa pentingnya peristiwa Rengasdengklok dalam deretan kejadian penting pra-Proklamasi hingga  pengucapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dan saya ingin melalui tulisan ini saya dapat memberikan pandangan luas mengenai keteladanan apa-apa saja yang dapat kita ambil dari peristiwa ini. Khususnya untuk generasi muda Indonesia.

            Peristiwa Rengasdengklok bukanlah suatu hal yang asing di telinga anak Indonesia, sejak duduk di bangku sekolah dasar kita telah mendapat pelajar Ilmu Pengetahuan Sosial yang menerangkan secara men-detail bagaimana rangkaian peristiwa yang terjadi selama masa penjajahan, menyerahnya sekutu, pemberian janji kemerdekaan, polemik pelik antar golongan tua dan golongan muda yang sama-sama ingin se-segera mungkin memerdekakan bangsanya, penculikan golongan tua oleh golongan muda, pra-Proklamasi, pengetikan naskah proklamasi, penjahitan bendera sang saka merah putih oleh Ibu Fatmawati, hingga pembacaan teks Proklamasi Republik Indonesia yang akhirnya terlaksana pada pukul 10.00 pagi di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, oleh Presiden Soekarno.

            Namun, apa sebenarnya makna dari peristiwa tersebut? Adakah keteladanan yang dapat kita ambil dari sepenggal saksi kemerdekaan Indonesia itu? Perlukah kita sebagai generasi muda untuk tahu?

            Peristiwa Rengasdengklok itu sendiri adalah peristiwa yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945, hari dimana golongan muda ‘menculik’ golongan tua dan membawa mereka ke wilayah Rengasdengklok, yakni 15 km ke arah Jalan Raya Jakarta-Cirebon dengan maksud mendesak our founding fathers yaitu Ir. Soekarno dan Bung Hatta untuk sesegera mungkin membacakan teks Proklamasi Indonesia tanpa perlu menunggu PPKI.

            Keinginan golongan muda untuk sesegera mungkin membuat Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks Proklamasi memang bukanlah suatu hal yang salah, karena mereka turut merasakan dan menjadi bagian dari perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut hak sebagai negara bebas jajahan dari tangan Jepang. Bermula dari Sutan Sjahrir yang pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) kemudian bertemu dengan golongan muda seperti Sukarni, Sayuti Melik, BM Diah dan lain lain untuk melaporkan apa yang baru saja terjadi di kediaman Bung Hatta dan Bung Karno. Mendengar hal tersebut, golongan muda menghendaki agar founding fathers segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

            Golongan Muda berpendapat bahwa tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Jepang mengenai menyerahnya mereka kepada sekutu. Seharusnya bangsa Indonesia segera mengambil inisiatif sendiri untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan.

Pada 15 Agustus 1945, para pemuda melakukan musyawarah kemudian diputuskan untuk mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya. Singkat cerita, setelah Wikana dan Darwis yang diutus oleh golongan muda untuk menemui Bung Karno namun tidak berhasil membujuk agar proklamasi segera dilaksanakan, karena beliau belum bersedia memproklamasikan Indonesia tanpa PPKI, menyebabkan terjadinya persaingan sengit antara Soekarno dan Wikana juga Darwis. 

Sampai pada akhirnya, tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB terjadilah peristiwa penculikan golongan tua yaitu Ir. Soekarno dan Moh. Hatta oleh golongan muda, yang kemudian membawa mereka ke Rengasdengklok.

            Hari itu merupakan hari yang panjang, dimulai dari kebingungan yang dirasakan oleh golongan tua karena Bung Karno dan Bung Hatta mendadak hilang, perdebatan antara golongan tua dan golongan muda di Jakarta, pendesakkan yang dilakukan oleh golongan muda terhadap Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok, hingga akhirnya Achmad Soebardjo pergi ke Rengasdengklok setelah mendapat informasi dari Wikana dan kemudian berhasil meyakinkan golongan muda bahwa proklamasi akan segera dilaksanakan keesokan harinya tepat pada tanggal 17 Agustus 1945.

            Demikian sekilas penjabaran singkat mengenai Peristiwa Rengasdengklok, lalu apa makna dari peristiwa itu sebenarnya?

            Peristiwa Rengasdengklok menunjukkan betapa beratnya perjuangan yang dijalani oleh golongan muda dan golongan tua demi memerdekakan bangsa ini, semangat juang para golongan muda yang tak kenal gentar dalam melawan Jepang dan Sekutu, kenekatan mereka menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok juga merupakan satu bukti bahwa mereka menuntut apa yang telah menjadi hak bangsa Indonesia tanpa perlu menunggu waktu lama lagi.

            Namun sikap yang ditunjukkan founding fathers atau Bapak Pendiri Indonesia juga tidaklah salah, mereka telah menimbang dengan sedemikian rupa hingga terus terusan menolak keinginan golongan muda untuk mempercepat proklamasi tanpa PPKI.

            Tidakkah kita sebagai generasi muda merasa malu? Kita seharusnya dapat meneladani sikap golongan muda yang tanpa patah arang dan terus bersemangat dalam memperjuangkan apa yang sudah menjadi hak nya, golongan muda pun terus menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tapi, apa sikap yang justru generasi muda di era saat ini tunjukkan? Kita nampaknya lebih peduli akan strata sosial dan status yang menunjukkan kegaulan diri dibanding menjadi generasi muda yang berkualitas dan menjunjung tinggi nasionalisme.

            Nasionalisme bukanlah sesuatu yang dapat dibeli dengan uang. Nasionalisme bukanlah suatu hal yang dapat dengan mudahnya kita umbar di social media. Nasionalisme ialah suatu hal mendarah daging yang sudah seharusnya selalu kita junjung dalam diri.

            Sebagai generasi muda yang tumbuh di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi abad ke-21 saat ini, sudah seharusnya kita mengimplimentasikan kecintaan kita akan tanah air dan terus mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang dengan mengorbankan seluruh hidupnya hanya demi bangsa Indonesia dengan tetap menumbuhkan rasa cinta tanah air, Nasionalisme, dan Patriotisme terhadap Bumi Ibu Pertiwi ini.


            Mari bersama-sama kita wujudkan INDONESIA MERDEKA! Jika bukan  kita, SIAPA LAGI?

Tidak ada komentar: