Selasa, 29 Maret 2016

Industri Pariwisata Halal, Kesempatan Menguntungkan bagi Perkembangan Ekonomi Indonesia

       
         Halal. Sebuah kata yang terdengar sangat familiar di telinga umat Islam. Sebuah kata yang berarti ‘dibolehkan’ oleh agama kita, yaitu agama Islam. Lalu, apa itu yang dimaksud dengan Industri Pariwisata Halal? Mengapa dikatakan sebagai kesempatan yang menguntungkan bagi perkembangan ekonomi Indonesia? Apa saja potensi yang dimiliki Indonesia sehingga dapat mengikuti tren ekonomi global dengan mengembangkan sektor industri pariwisata berbasis halal ini? Semua pertanyaan akan saya bahas di paragraf-paragraf selanjutnya.
       Pariwisata Halal adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan Muslim. Pelayanan wisatawan dalam pariwisata halal merujuk pada aturan-aturan Islam.

           Berdasarkan referensi yang saya dapatkan, pada periode 2013/2014 menunjukkan ke-booming­-an Pasar Halal Global yang cukup mencengangkan. Dari sekitar 1,8 milyar jumlah muslim di dunia, setidaknya ada kurang lebih 200 juta muslim berasal dari Indonesia. Dengan jumlah masyarakat Indonesia yang lebih dari 250 juta orang, hal ini membawa Indonesia ke peringkat 16 largest global economy atau negara ke 16 dalam kategori ekonomi global terbesar di dunia. 

            Jumlah konsumsi masyarakat muslim dunia pada periode 2013/2014 mencapai 1,808 triliun US Dollar setara dengan 9,11% dari pasar saham dunia. Pada periode ini warga muslim Indonesia setidaknya menghabiskan 9,16% dari 1,808 triliun tadi yaitu sekitar 197,39 juta US Dollar, hal tersebut menunjukkan bahwa muslim Indonesia cukup banyak mengeluarkan pendapatannya dalam pasar halal global.

            Beralih dari periode booming nya pasar halal global di tahun 2013/2014 tadi, sekarang saya akan membahas mengenai evolusi yang terjadi di Industri “Halal”.

            Evolusi pertama bermula dari era terkenal nya sektor Food atau makanan halal, di mana makanan dan minuman halal menjadi primadona pada zamannya. Selain makanan, obat-obatan dan juga segala sesuatu yang berbau kecantikan dan perawatan tubuh sempat merajai industri halal ini.

           Evolusi berikutnya terjadi pada sektor keuangan. Dimana Retail Banking, Investment Banking, Wealth Management, dan Project Financing segera menggeser pamor sektor Food yang sebelumnya merajai pasar industri halal. Pada era ini, banyak bermunculan bank bank yang mengusung prinsip Sharia dan segala sesuatu yang menyiratkan halal dan Muslim-oriented.

            Evolusi ini berakhir pada masa sekarang, atau mulai dari akhir abad 19 dan berlanjut pada awal abad 20 hingga saat ini. Sektor yang kini mendominasi industri halal adalah Lifestyle. Dimana Travel, Hospitality, Recreation juga Medical care menjadi hal-hal yang sangat digandrungi warga muslim dunia. 

            Rangkaian evolusi tadi menunjukkan bahwa sektor industri halal ini tidak selalu bersifat tetap namun dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman dan tren sosial ekonomi dunia.
            Kembali ke topik Industri Pariwisata Halal, umat muslim dunia menyumbang hingga 142 triliun US Dollar (tidak termasuk Umrah&Hajj yang mencapai 17 triliun US Dollar) ke industri pariwisata dunia, dimana tingkat pertama diduduki oleh China dengan 160 triliun US Dollar dan United States of America dengan 143 triliun US Dollar. Peringkat ketiga yang diduduki oleh umat muslim dunia menunjukkan bahwa sektor industri pariwisata halal ini akan sangat menguntungkan dan dapat terus berkembang.

            Pendapatan dari turis muslim dunia pada tahun 2012 adalah sebesar 30,5 miliar US Dollar atau 21,5% dari jumlah pendapatan pariwisata dunia yang mencapai 142 miliar US Dollar pada 2014. Pada tahun yang sama (2014), pendapatan pariwisata Indonesia hanya sebesar 1,73 miliar US Dollar atau 1,2% saja dari pendapatan pariwisata dunia.

            Setelah membahas pendapatan pariwisata dunia, sekarang mari kita lanjutkan ke pembahasan selanjutnya yaitu Mengapa pariwisata penting?
Ada beberapa alasan untuk menjawab pertanyaan tadi, di antaranya adalah:
·    Pariwisata merupakan fenomena sosial ekonomi luar biasa yang telah terjadi di abad lalu.
·  Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dunia dan salah satu kategori terbesar dari International Trade.
·   Pariwisata memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang sangat signifikan.
· Pariwisata juga menciptakan proses ekonomi berkelanjutan guna mengurangi kemiskinan. (UNWTO – STEP – Sustainable Tourism for Eliminating Poverty, 2002)
Source: SofyanHospitality’s Analysisi based on ANWTO Annual Report and WTTC Report

Pembahasan selanjutnya adalah mengenai Pemenuhan Produk - Konsep Pelayanan Halal dan Sharia.
Ada tiga penerapan yang dapat dilakukan dalam proses Pemenuhan Produk serta Konsep Pelayanan yang Halal dan Sharia, yaitu:
1. Takhalli (Installing Ethic), penerapan etika;
2. Tahalli (Value Internalization), penilaian internal; dan
3. Tajalli (Actualization), pengaktualisasian.

Majelis Ulama Indonesia memberikan beberapa Guide Lines atau panduan untuk penerapan dalam industri pariwisata halal, yaitu:
·     - Jika sebuah tugas tidak dapat diselesaikan semua dalam satu waktu, bukan berarti semua tugas (lain)  juga harus diabaikan.
·      - Apa yang diamati adalah isinya, bukan cover atau namanya.
·      - Harus dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram.
·      - Setiap komunitas memiliki keunikan konteks sosial atau cara untuk berkomunikasi masing-masing.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan alasan untuk berstrategi dalam usaha mengembangkan industri pariwisata halal ini, di antaranya adalah pariwisata halal masih menyisakan pasar yang luas karena belum banyak yang menggunakan (sebagai usaha), pariwisata halal menjadi kesempatan besar pertumbuhan global selanjutnya, dan pariwisata halal mudah dan sangat menguntungkan untuk Indonesia.

Adapun implementasi dalam industri pariwisata berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 2009 dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu: Fasilitas Fisik, Pelayanan dan Manajemen.

Konsep yang diterapkan dalam industri pariwisata halal dilihat dari sudut pandang layanan, antara lain sebagai berikut:
Ø  Need to Have (harus dimiliki)
o   Layanan makanan halal
o   Kamar mandi yang baik dan fasilitas untuk ibadah (salaath)
Ø  Good to Have (baik jika dimiliki)
o   Semua fasilitas dan pelayanan kondusif terhadap nilai dan gaya hidup muslim
o   Layanan dan fasilitas pada saat bulan Ramadhan

Ø  Nice to Have (lebih baik jika dimiliki)
o   Tidak menyediakan layanan yang tidak halal
o   Penerapan fasilitas rekreasi dan pelayanan Sharia

Setelah mengetahui hal-hal di atas, sebeneranya apa sajakah yang menjadi kata kunci dalam menjawab tantangan Industri Pariwisata Halal?
Focus, Innovation and Positioning, Differentiation & Branding.
  • Focus, kita harus fokus terhadap apa yang kita lakukan. Kita harus fokus dalam memberikan produk dan pelayanan, kita juga harus memberikan yang terbaik.
  •  Innovation, Islam sangat terbuka untuk seluruh inovasi yang shaleh, kapanpun waktunya dan dimanapun tempatnya.
  •   Positioning, Differentiation & Branding, kita harus dapat memasarkan produk yang kita miliki.

Tulisan di atas merupakan sebagian hal yang menurut saya perlu diketahui oleh seluruh masyarakat dalam rangka mengembangkan Industri Pariwisata Halal di Indonesia. Lalu, siapkah kita berkontribusi? Siapkah kita memperjuangkan Pariwisata Halal Indonesia dalam bersaing dengan negara lain di MEA? Sanggupkah Indonesia menerapkan konsep Halal dan Sharia dalam proses memajukan ekonomi Indonesia melalui sektor Pariwisata nya? Semua jawaban kembali ke individu masing-masing dan kesiapan muslim Indonesia dalam menyatukan tekad untuk mewujudkan Industri Pariwisata Halal sebagai Kesempatan Menguntungkan bagi Perekonomian Indonesia.
           


DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 2009
Copyright © 2016 PT. Sofyan Hospitality International | All Right Reserved




Selasa, 22 Maret 2016

Keteladanan dari Peristiwa Rengasdengklok, Bagian Penting Proklamasi Indonesia



Peristiwa Rengasdengklok,
Bagian Penting Proklamasi Indonesia

            Pertama-tama, saya akan menjelaskan alasan mengapa saya mengambil Peristiwa Rengasdengklok, Bagian Penting Proklamasi Indonesia sebagai judul penulisan yang saya buat. Menurut saya, suatu bangsa yang maju adalah suatu bangsa yang menghargai sejarahnya, dan dalam memajukan suatu bangsa tidak akan terlepas dari peran serta generasi muda. Dalam konteks ini, saya ingin menunjukkan betapa pentingnya peristiwa Rengasdengklok dalam deretan kejadian penting pra-Proklamasi hingga  pengucapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dan saya ingin melalui tulisan ini saya dapat memberikan pandangan luas mengenai keteladanan apa-apa saja yang dapat kita ambil dari peristiwa ini. Khususnya untuk generasi muda Indonesia.

            Peristiwa Rengasdengklok bukanlah suatu hal yang asing di telinga anak Indonesia, sejak duduk di bangku sekolah dasar kita telah mendapat pelajar Ilmu Pengetahuan Sosial yang menerangkan secara men-detail bagaimana rangkaian peristiwa yang terjadi selama masa penjajahan, menyerahnya sekutu, pemberian janji kemerdekaan, polemik pelik antar golongan tua dan golongan muda yang sama-sama ingin se-segera mungkin memerdekakan bangsanya, penculikan golongan tua oleh golongan muda, pra-Proklamasi, pengetikan naskah proklamasi, penjahitan bendera sang saka merah putih oleh Ibu Fatmawati, hingga pembacaan teks Proklamasi Republik Indonesia yang akhirnya terlaksana pada pukul 10.00 pagi di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, oleh Presiden Soekarno.

            Namun, apa sebenarnya makna dari peristiwa tersebut? Adakah keteladanan yang dapat kita ambil dari sepenggal saksi kemerdekaan Indonesia itu? Perlukah kita sebagai generasi muda untuk tahu?

            Peristiwa Rengasdengklok itu sendiri adalah peristiwa yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945, hari dimana golongan muda ‘menculik’ golongan tua dan membawa mereka ke wilayah Rengasdengklok, yakni 15 km ke arah Jalan Raya Jakarta-Cirebon dengan maksud mendesak our founding fathers yaitu Ir. Soekarno dan Bung Hatta untuk sesegera mungkin membacakan teks Proklamasi Indonesia tanpa perlu menunggu PPKI.

            Keinginan golongan muda untuk sesegera mungkin membuat Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks Proklamasi memang bukanlah suatu hal yang salah, karena mereka turut merasakan dan menjadi bagian dari perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut hak sebagai negara bebas jajahan dari tangan Jepang. Bermula dari Sutan Sjahrir yang pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) kemudian bertemu dengan golongan muda seperti Sukarni, Sayuti Melik, BM Diah dan lain lain untuk melaporkan apa yang baru saja terjadi di kediaman Bung Hatta dan Bung Karno. Mendengar hal tersebut, golongan muda menghendaki agar founding fathers segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

            Golongan Muda berpendapat bahwa tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Jepang mengenai menyerahnya mereka kepada sekutu. Seharusnya bangsa Indonesia segera mengambil inisiatif sendiri untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan.

Pada 15 Agustus 1945, para pemuda melakukan musyawarah kemudian diputuskan untuk mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya. Singkat cerita, setelah Wikana dan Darwis yang diutus oleh golongan muda untuk menemui Bung Karno namun tidak berhasil membujuk agar proklamasi segera dilaksanakan, karena beliau belum bersedia memproklamasikan Indonesia tanpa PPKI, menyebabkan terjadinya persaingan sengit antara Soekarno dan Wikana juga Darwis. 

Sampai pada akhirnya, tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB terjadilah peristiwa penculikan golongan tua yaitu Ir. Soekarno dan Moh. Hatta oleh golongan muda, yang kemudian membawa mereka ke Rengasdengklok.

            Hari itu merupakan hari yang panjang, dimulai dari kebingungan yang dirasakan oleh golongan tua karena Bung Karno dan Bung Hatta mendadak hilang, perdebatan antara golongan tua dan golongan muda di Jakarta, pendesakkan yang dilakukan oleh golongan muda terhadap Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok, hingga akhirnya Achmad Soebardjo pergi ke Rengasdengklok setelah mendapat informasi dari Wikana dan kemudian berhasil meyakinkan golongan muda bahwa proklamasi akan segera dilaksanakan keesokan harinya tepat pada tanggal 17 Agustus 1945.

            Demikian sekilas penjabaran singkat mengenai Peristiwa Rengasdengklok, lalu apa makna dari peristiwa itu sebenarnya?

            Peristiwa Rengasdengklok menunjukkan betapa beratnya perjuangan yang dijalani oleh golongan muda dan golongan tua demi memerdekakan bangsa ini, semangat juang para golongan muda yang tak kenal gentar dalam melawan Jepang dan Sekutu, kenekatan mereka menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok juga merupakan satu bukti bahwa mereka menuntut apa yang telah menjadi hak bangsa Indonesia tanpa perlu menunggu waktu lama lagi.

            Namun sikap yang ditunjukkan founding fathers atau Bapak Pendiri Indonesia juga tidaklah salah, mereka telah menimbang dengan sedemikian rupa hingga terus terusan menolak keinginan golongan muda untuk mempercepat proklamasi tanpa PPKI.

            Tidakkah kita sebagai generasi muda merasa malu? Kita seharusnya dapat meneladani sikap golongan muda yang tanpa patah arang dan terus bersemangat dalam memperjuangkan apa yang sudah menjadi hak nya, golongan muda pun terus menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tapi, apa sikap yang justru generasi muda di era saat ini tunjukkan? Kita nampaknya lebih peduli akan strata sosial dan status yang menunjukkan kegaulan diri dibanding menjadi generasi muda yang berkualitas dan menjunjung tinggi nasionalisme.

            Nasionalisme bukanlah sesuatu yang dapat dibeli dengan uang. Nasionalisme bukanlah suatu hal yang dapat dengan mudahnya kita umbar di social media. Nasionalisme ialah suatu hal mendarah daging yang sudah seharusnya selalu kita junjung dalam diri.

            Sebagai generasi muda yang tumbuh di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi abad ke-21 saat ini, sudah seharusnya kita mengimplimentasikan kecintaan kita akan tanah air dan terus mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang dengan mengorbankan seluruh hidupnya hanya demi bangsa Indonesia dengan tetap menumbuhkan rasa cinta tanah air, Nasionalisme, dan Patriotisme terhadap Bumi Ibu Pertiwi ini.


            Mari bersama-sama kita wujudkan INDONESIA MERDEKA! Jika bukan  kita, SIAPA LAGI?

Minggu, 20 Maret 2016

Siapkah Indonesia menghadapi MEA?



Siapkah Indonesia menghadapi MEA?

            MEA? Apa itu MEA? Terdengar tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia setahun terakhir ini, khususnya bagi para mahasiswa yang mengambil jurusan perkuliahan di fakultas ekonomi, karena hampir semua dosen tanpa bosannya terus memberi semangat pada kami agar terus mempersiapkan diri dalam menghadapi MEA.

              MEA merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN.
          Masyarakat itu sendiri berarti sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.
           Ekonomi adalah salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa.
         Sedangkan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Perbara) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai.

           Lalu, apa itu MEA? Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN. Seluruh negara anggota ASEAN telah menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020. Dalam menghadapi persaingan yang teramat ketat selama MEA ini, negara-negara ASEAN haruslah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif. 

          Paragraf yang saya kutip dari laman wikipedia tentang pengertian MEA di atas kurang lebih nya telah menunjukkan betapa luar biasa nya integrasi perdagangan bebas yang akan Indonesia hadapi ke depannya. Apa saja yang harus Indonesia persiapkan? Bagaimana cara Indonesia untuk tetap eksis dalam dunia perdagangan bebas Internasional di regional ASEAN? Faktor atau hambatan apa saja yang menghadang negara kita? Siapkah Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN?

          Keberadaan MEA utama nya adalah untuk meningkatkan daya saing perdagangan ASEAN agar dapat menyaingi negara India dan Republik Rakyat Cina dalam menarik investor-investor asing. Penanaman modal oleh investor asing di wilayah ASEAN sangatlah dibutuhkan guna memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi negara-negara ASEAN.

            Tujuan utama dari MEA itu sendiri ialah untuk menghilangkan secara signifikan hambatan-hambatan kegiatan ekonomi lintas negara, yang kemudian diimplementasikan melalui 4 pilar utama.
4 Pilar utama pengimplementasian MEA adalah:
·     ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional (single market and production base) dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas;
·   ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi (competitive economic region), dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce;
·    ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata (equitable economic development) dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan
·  ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global (integration into the global economy) dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.


    Setelah kita mengetahui apa saja yang menjadi pilar utama pengimplementasian MEA, sekarang mari kita bahas mengenai peluang Indonesia dalam persaingan ketat perdangan bebas ASEAN ini.
            Bagi Indonesia, MEA merupakan babak awal untuk mulai mengembangkan kualitas berbagai sektor perekonomian di kawasan Asia Tenggara dalam pasar bebas di akhir 2015. MEA itu sendiri telah menjadi dua sisi mata uang untuk Indonesia. Di satu sisi, MEA menjadi kesempatan baik Indonesia untuk dapat menunjukkan kualitas dan kuantitas produk serta SDM yang kita miliki kepada negara-negara lain secara bebas dan terbuka. Namun di sisi lain, apabila Indonesia tidak dapat memanfaatkan MEA dengan baik maka ini akan menjadi boomerang mematikan untuk perekonomian Indonesia.

            Mari kita lanjutkan pembahasan ini menuju hambatan dan resiko bagi Indonesia dalam menghadapi MEA. Dengan adanya perdagangan bebas, Indonesia akan mampu meningkatkan jumlah ekspor, tetapi kita perlu mewaspadai resiko kompetisi atau competition risk yang akan muncul seiring dengan semakin banyaknya barang impor yang masuk ke Indonesia dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengancam usaha industri lokal yang bisa kalah saing dengan produk luar negeri, dan pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan Indonesia.

            Beralih ke pembahasan mengenai ketenagakerjaan, MEA memberi kesempatan besar bagi para  job seeker atau pencari kerja karena terdapat banyak lapangan kerja yang terbuka dengan berbagai kebutuhan dan spesifikasi keahlian. Selain itu, akses untuk go International dalam mencari pekerjaa juga terbuka lebih lebar dan lebih mudah tanpa hambatan tertentu. Di sisi wirausahawan, MEA juga memberi dampak baik yaitu dalam pencarian pekerja terbaik sesuai kriteria yang diinginkan.
                Tetapi perlu diingat dalam perihal ketenagakerjaan, tidak akan terlepas dari Sumber Daya Manusia nya itu sendiri yang harus berkualitas. Apabila kita melihat dari sisi pendidikan dan produktivitas, negara kita masih kalah saing dibanding tenaga kerja dari Malaysia, Singapura dan Thailand. Sektor Industri Indonesia yang belum mengungguli negara-negara tadi juga menyebabkan peringkat negara kita yang masih bertengger di posisi ke empat di ASEAN.

            Dari keseluruhan aspek yang mempengaruhi kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA, kembali lagi Indonesia perlu membuka mata selebar-lebarnya dengan melihat MEA sebagai peluang yang gemilang untuk memperbaiki kualitas SDM yang dimiliki dengan terus meningkatkan daya saing, memperbaiki pendidikan, menyediakan fasilitas dan terus meningkatkan kesehatan, serta yang terpenting adalah dengan memberikan edukasi khusus terhadap betapa pentingnya MEA.

            Pemerintah harus turut andil dengan mendorong diadakannya pelatihan keterampilan khusus karena mayoritas dari tenaga kerja di Indoesia masih kurang dalam kecerdasan sikap, kemampuan berbahasa asing juga dalam pengoperasian teknologi.

            Meski peran dominan dalam meningkatkan kualitas menjadi milik pemerintah, bukan berarti kita sebagai masyarakat hanya uncang uncang kaki dan membebani semua nya pada pemerintah. Mari tumbuhkan bersama kesadaran dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam MEA guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan perekonomian Indonesia.

            Jadi, siapkah Indonesia menghadapi MEA? Jawabannya kembali ke pribadi masing-masing yang akan terjun menghadapi MEA esok hari.


DAFTAR PUSTAKA