Minggu, 12 Maret 2017

HUKUM PERIKATAN



HUKUM PERIKATAN

Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
  • Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
  • Perikatan yang timbul dari undang-undang.
  • Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
  • Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
  • Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
  • Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.


Asas dalam Hukum Perikatan
1.    Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
  1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
  2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
  3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
  4. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
2.    Asas Konsesualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

3.    Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

4.    Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.

5.    Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.


Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :

1.      Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )

2.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian

3.      Peralihan resiko


Hapusnya Hukum Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:

  • Pembayaran.
  • Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
  • Pembaharuan utang (novasi).
  • Perjumpaan utang atau kompensasi.
  • Percampuran utang (konfusio).
  • Pembebasan utang.
  • Musnahnya barang terutang.
  • Batal/ pembatalan.
  • Berlakunya suatu syarat batal.
  • Dan lewatnya waktu (daluarsa).


Sifat Hukum Perikatan

Hukum perikatan merupakan hukum pelengkap, konsensuil, dan obligatoir. Bersifat sebagai hukum pelengkap artinya jika para pihak membuat ketentuan masing – masing, setiap pihak dapat mengesampingkan peraturan dalam Undang – undang.

Hukum perikatan bersifat konsensuil artinya ketika kata sepakat telah dicapai oleh masing-masing pihak, perjanjian tersebut bersifat mengikat dan dapat dipenuhi dengan tanggung jawab.

Sementara itu, obligatoir berarti setiap perjanjian yang telah disepakati bersifat wajib dipenuhi dan hak milik akan berpindah setelah dilakukan penyerahan kepada tiap – tiap pihak yang telah bersepakat.




Macam Hukum Perikatan

Berikut ini meruapkan beberapa jenis hukum perikatan:

  1. Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada syarat tertentu.
  2. Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada waktu tertentu atau dengan peristiwa tertentu yang pasti terjadi.
  3. Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng, yaitu para pihak dalam perjanjian terdiri dari satu orang pihak yang satu dan satu orang pihak yang lain. Akan tetapi, sering terjadi salah satu pihak atau kerdua belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang.


Syarah Sahnya Hukum Perikatan

  1. Obyeknya harus tertentu.
    Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
  2. Obyeknya harus diperbolehkan.
    Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
  3. Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
    Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan.
  4. Obyeknya harus mungkin.
    Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.



DAFTAR PUSTAKA




SUBJEK HUKUM DAN OBJEK HUKUM



SUBJEK HUKUM DAN OBJEK HUKUM

Subjek Hukum
Pengertian subjek hukum secara umum adalah suatu pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai hak / kewajiban / kekuasaan tertentu atas sesuatu tertentu.

Pada dasarnya, subjek hukum terbagi menjadi dua, yaitu orang dan badan hukum.

Sejak seseorang dilahirkan, maka sejak itu pula ia dianggap sebagai subjek hukum. Bahkan, janin yang masih ada dalam kandungan bisa dianggap sebagai objek hukum jika ada kepentingan yang mengkehendakinya.

Orang yang menjadi subjek hukum akan memperoleh statusnya sejak ia dilahirkan, baru setelah kematiannya maka ia dianggap berhenti menjadi subjek hukum.

Badan hukum adalah suatu badan usaha yang berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan pelaksanaan kewajibannya dilakukan atau diwakilkan oleh pengurusnya.
Contoh badan hukum yang menjadi subjek hukum adalah badan-badan hukum yang berbentuk PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, CV, Firma, dan lain-lain sebagainya.


Objek Hukum
Pengertian objek hukum secara umum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum di mana segala hak dan kewajiban serta kekuasaan subjek hukum berkaitan di dalamnya. Sebagai contoh, misalnya benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat memperolehnya membutuhkan pengorbanan terlebih dahulu.

Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi subjek hukum.


Keterkaitan Subjek dan Objek Hukum
Perihal subyek dan obyek hukum di dalam hukum merupakan suatu hal yang penting karena berkaitan dengan kewenangan bertindak di dalam hukum, dan yang utama adalah berkaitan dengan hak dan kewajiban.
Di dalam kehidupan nyata keseharian perihal subyek hukum menjadi seolah tak berbatas tegas dengan obyek hukum. Subyek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban dalam satu kesatuan, yang artinya dimana ada hak maka disana ada kewajiban demikian sebaliknya, namun kenyataannya seringkali terlihat dan terdengar bahwa ada orang-orang yang dengan sengaja mengubah status manusia yang semula subyek hukum menjadi obyek hukum, misalnya orang yang dipekerjakan dengan tidak memperoleh gaji bahkan disekap tanpa memperoleh hak-hak dasar seperti beribadah, makan dan minum. Demikian juga halnya dengan aktivitas menjual manusia dengan segala cara, bentuk dan motivasi (ini termasuk menurunkan derajat manusia yang semula subyek hukum menjadi obyek hukum).



DAFTAR PUSTAKA


PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI

PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI



 Pengertian Hukum
            Secara umum, yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan di masyarakat. Adapun eraturan ini diadakan atau dibentuk oleh badan resmi. Peraturan ini juga bersifat mengikat dan memaksa sehingga jika terjadi pelanggaran atas peraturan tersebut, maka akan dikenakan sanksi yang tegas.



Ada beberapa pengertian tentang hukum menurut para ahli, diantaranya :

ü  Menurut Utrecht, Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan;

ü  Menurut Van Kan, Hukum adalah keseluruhan peraturan yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam masyarakat;

ü  Menurut Wiryono Kusumo, Hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib didalam masyarakat yang pelanggarnya dikenakan sanksi.





Tujuan Hukum

Sama halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau pendapat mengenai tujuan hukum. Beberapa teori-teori dari para ahli :

1.    Prof. Subekti, SH

Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula;

2.    Geny

Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan dan kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan;

3.    Prof. Mr. Dr. LJ. Van Apeldoorn

Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.



Dapat diambil kesimpulan dari tiga teori di atas , tujuan hukum yaitu memberikan keadilan, keamanan di suatu daerah untuk melindungi masyarakatnya baik dalam wilayah Negara itu maupun antar Negara .



Secara umum jadi tujuan dari hukum yaitu :

1.      Menjaga keadilan masyarakat.

2.      Memberikan keamanan di suatu wilayah.

3.      Menjaga Hak yang dimiliki orang.

4.      Memberikan kemanfaatan untuk masyarakat.

5.      Untuk mengatur tata tertib di suatu daerah.





Sumber Hukum

Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan. Peraturan tersebut biasanya bersifat memaksa.



Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu :

1.    Sumber-sumber Hukum Materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
2.   Sumber-sumber Hukum Formiil, yakni UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin.

a)    Undang-Undang, ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.

b)    Kebiasaan, ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.

c)     Keputusan Hakim (jurisprudensi), ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU.

d)    Traktat, ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.

e)   Pendapat Para Ahli Hukum (doktrin), ialah pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.





Kodifikasi Hukum

            Kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Kodifikasi hukum timbul akibat tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum. Kodifikasi hukum dibutuhkan untuk menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Tujuan kodifikasi hukum tertulis adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum. Kodifikasi hukum yang ada di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD, dan KUHAP.



Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :

    1.    Kodifikasi Terbuka

Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kodifikasi.

    2.    Kodifikasi Tertutup

Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukkan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.



Beberapa contoh kodifikasi hukum di Eropa dan Indonesia, yaitu :

ü  Corpus Luris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur, tahun 527-565 ;

ü  Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis, tahun 1604 ;

ü  Kitab Undang-Undang Hukum Sipil tahun 1 Mei 1848

ü  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tahun 1 Mei 1848

ü  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1 Januari 1918

ü  Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana tahun 31 Desember 1981



Kaidah dan Norma

Kaidah  hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan, Sedangkan norma merupakan bagian dari suatu kaidah. Norma adalah Norma adalah kaidah atau ketentuan yang mengatur kehidupan dan hubungan antarmanusia dalam arti luas.



Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :

      1.   Hukum yang Imperatif, maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.

      2.   Hukum yang Fakultatif, maksudnya ialah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.



Ada 4 macam norma yaitu :

  o   Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.


  o    Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.


  o   Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.


 o Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut.





Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.



Menurut Sunaryati Hartono, hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi social, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai 2 aspek yaitu :

      1.    Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi.

     2.  Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat.



Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

     1.   Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.

      2.    Hukum ekonomi sosial, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia).




DAFTAR PUSTAKA