Studi
tentang Ekonomi Islam sudah ada cukup lama, sejak berdirinya Agama Islam.
Sebagain besar landasan tentang Ekonomi Syariah dijumpai dalam literatur Islam
seperti tafsir Al Qur’an, syarah al Hadits, dan kitab-kitab fiqh yang ditulis
oleh cendekiawan muslim terkenal, diantaranya Abu Yusuf, Abu Hanifah, Ibnu
Khaldun, Ibnu Taimiyah dan sebagainya.
Islam
sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat
berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak
lepas dari syari’at dalam agama Islam. Dengan demikian, pelaksanaan syari’at
agama yang berupa hukum-hukum merupakan salah satu parameter ketaatan seseorang
dalam menjalankan agamanya.
Pengertian Ekonomi Syariah
atau Pengertian Ekonomi Islam menurut M.A.
Manan adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam.
Menurut
Muhammad Abdullah abdullah al-‘Arabi, Pengertian Ekonomi Syariah ialah sekumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang kita simpulkan dari alquran dan sunnah, dimana merupakan bangunan
perekonomian yang didirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai tiap
lingkungan dan masa.
Menurut
Prof. Dr. Zainuddin Ali, Pengertian
Ekonomi Syariah adalah kumpulan norma hukum yang bersumber dari
alquran dan hadist yang mengatur perekonomian umat manusia.
Menurut
Dr. Mardani, Pengertian Ekonomi Syariah
yaitu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang per orang atau kelompok
orang atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam
rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut
prinsip syariah.
Dari pengertian ekonomi syariah
diatas, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Ekonomi Syariah adalah sistem ekonomi yang bersumber dari wahyu
yang transendental (alquran dan hadist) dan sumber interpretasi dari wahyu yang
disebut dengan ijtihad.
Implementasi
dari sistem syariah bisa dibedakan dalam 2 dimensi, makro dan mikro. Dimensi makro lebih menekankan
pengaturan ekonomi masyarakat dari sisi etis dan filosofis, seperti bagaimana
distribusi kekayaan yang seharusnya oleh negara, pelarangan riba, dan kegiatan
ekonomi yang tidak memberikan manfaat, sedangkan pada dimensi mikro lebih
menekankan pada aspek profesionalisme dan kompentensi dari pelaksana.
Beberapa nilai-nilai islam
yang dapat dilihat dalam konsep makro yang berkaitan dengan kesejahteraan
masyarakat antara lain :
- Kaidah Zakat: mengkondisikan perilaku masyarakat yang lebih menyukai berinvestasi dibanding dengan hanya menyimpan hartanya. Aplikasi dari konsep ini terlihat di antaranya pada penetapan besaran pada Zakat Investasi dikenakan hanya pada hasil investasinya, sedangkan pada Zakat Harta Simpanan, dikenakan atas pokoknya;
- Kaidah Pelarangan Riba: menganjurkan pembiayaan bersifat bagi hasil (equity based financing) dan melarang riba. Seterusnya, sebagai konsekwensi utamanya - diarahkan pada keberanian berusaha dengan menghadapi resiko;
- Kaidah Pelarangan Judi–Maisir: tercermin dari larangan investasi yang tidak memiliki kaitan dengan sektor riil. Konsekwensi dari konsep ini juga mengarah kepada pengajaran pola hidup produktif dan tidak konsumtif;
- Kaidah Pelarangan Gharar: mengutamakan transparansi dalam transaksi dan kegiatan operasi lainnya dan menghindari ketidak-jelasan.
Sedangkan nilai-nilai Islam
dalam dimensi mikro menghendaki semua dana yang diperoleh dalam sistem ekonomi
Islam dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati. Demi menjalankan
maksud tersebut, beberapa sifat yang telah ditauladankan oleh Rasulullah SAW
yaitu:
- Shiddiq: memastikan bahwa pengelolaan usaha dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, dan tidak dengan cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).
- Tabligh: dalam istilah praktis dimaksudkan secara sustainable melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip Islam yang perlu dijadikan pedoman dalam bermuamalah, termasuk segala manfaat dan resiko yang menyertainya serta cara mengatasinya bagi pengguna. Dalam konteks ini pula, sebaiknya tidak mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, namun juga harus dipadukan dengan berbagai situasi dan kondisi sosial masyarakat.
- Amanah: menjaga dengan ketat prinsip kehatia-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari shahibul maal selaku pemilik dana, sehingga timbul saling percaya antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib).
- Fathanah: memastikan bahwa pengelola usaha berbasis syariah dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum, termasuk pengelolaan dengan penuh kesantunan (ri’ayah) dan penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah)
Sebagaimana
telah disebut diatas, bahwa kajian ilmu ekonomi Islam terikat dengan
nilai-nilai Islam, atau dalam istilah sehari-hari terikat dengan ketentuan
halal-haram, sementara persoalan halal-haram merupakan salah satu lingkup
kajian hukukm, maka hal tersebut menunjukkan keterkaitan yang erat antara
hukum, ekonomi dan syariah. Pemakaian kata syariah sebagai fiqh tampak secara
khusus pada pencantuman syariah Islam sebagai sumber legislasi dibeberapa
negara muslim, perbankan syariah, asuransi syariah, ekonomi syariah.
Sistem Ekonomi Syariah pada
suatu sisi dan Hukum Ekonomi Syariah pada sisi lain menjadi permasalahan
yang harus dibangun berdasarkan amanah UU di Indonesia. Untuk membangun Sistem
Ekonomi Syariah diperlukan kemauan masyarakat untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan Fiqih di bidang ekonomi, sedangkan untuk membangun Hukum
Ekonomi Syariah diperlukan kemauan politik untuk mengadopsi hukum Fiqih
dengan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Adopsi
yang demikian harus merupakan ijtihad para fukoha, ulama dan pemerintah,
sehingga hukum bisa bersifat memaksa sebagai hukum.
Pertalian
hukum dan ekonomi merupakan salah satu ikatan klasik antara hukum dan kehidupan
sosial. Dipandang dari sudut ekonomi, kebutuhan untuk menggunakan hukum sebagai
salah satu lembaga di masyarakat turut menentukan kebijakan ekonomi yang akan
diambil. Pentingnya pemahaman terhadap hukum karena hukum mengatur ruang
lingkup kegiatan manusia pasa hampir semua bidang kehidupan termasuk dalam
kegiatan ekonomi. Disamping itu, hukum memeiliki peran lain yaitu kemampuannya
untuk mempengaruhi tingkat kepastian dalam hubungan antara manusia didalam
mesyarakat.
Dalam rimba
ketidakpastian yang akan sangat mempengaruhi langkah-langkah kebijakan ekonomi
yang akan diambil, maka ketentuan-ketentuan hukum befungsi untuk mengatur dan
membatasi berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan perekonomian
tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat. Untuk melindungi hak-hak
dan kepentingan masyarakat yang umumnya dituangkan dalam bentuk hukum formal
bertujuan untuk mewujudkan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam
pembangunan ekonomi.
Untuk
itulah, dalam dekade belakangan ini diakui adanya hubungan erat antara ekonomi
dengan hukum sehingga sering disebut pula hukum ekonomi. Sedangkan Hukum
Ekonomi Syariah berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari sistem Ekonomi
Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan Fiqih di bidang
ekonomi oleh masyarakat.
Produk hukum ekonomi
syariah secara kongkret di Indonesia khususnya dapat dilihat dari pengakuan
atas fatwa Dewan Syariah Nasional, sebagai hukum materiil ekonomi syariah,
untuk kemudian sebagiannya dituangkan dalam PBI atau SEBI. Demikian juga dalam
bentuk undang-undang, seperti contohnya Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Zakat, Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,
dan lain sebagainya, diharapkan dapat mengisi kekosongan perundang-undangan
dalam bidang ekonomi syariah.
Untuk bidang asuransi,
reksadana, obligasi dan pasar modal syariah serta lembaga keuangan syariah
lainnya tentu juga memerlukan peraturan perundangan tersendiri untuk
pengembangannya, selain peraturan perundangan lain yang sudah ada sebelumnya.
Bahan baku UU tersebut antaralain ialah kajian fiqh dari para fuqaha.
Prinsip Hukum Ekonomi Syariah, yaitu:
- Hukum dari semua aktivitas ekonomi pada awalnya diperbolehkan.
- Mu’amalah hendaknya dilakukan dengan cara suka sama suka dan tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.
- Mendatangkan maslahat dan menolak madharat bagi kehidupan manusia.
- Aktivitas ekonomi harus terhindar dari unsur gharar, dzhulm, riba’ dan unsur lain yang diharamkan berdasarkan syara’.
Kegiatan para pelaku ekonomi
sebagai subjek hukum selalu menunjukkan kecenderungan semakin mapan dengan
frekuensi yang semakin cepat dan jenis hubungan hukum yang semakin beragam. Pada dasarnya hukum ekonomi
selalu berkembang berdasarkan adanya;
- peluang bisnis/usaha baru;
- komoditi baru yang ditawarkan oleh iptek/teknologi;
- permintaan komoditi baru;
- kecenderungan perubahan pasar;
- kebutuhan-kebutuhan baru di dalam pasar; dan
- perubahan politik ekonomi;
Guna
memenuhi dan mengantisipasi kemungkinan peluang yang ada, maka ’hukum’
seharusnya mampu memberikan solusi yang sesuai dengan perkembangan dunia
bisnis. Dalam kontek ini, kajian hukum yang diperlukan ialah kajian hukum
ekonomi dan kajian hukum bisnis yang dipadukan dengan prinsip-prinsip Islam.
Dengan demikian, diharapkan hukum ekonomi/hukum bisnis, pada hakikatnya juga
selalu dapat dan mampu berkembang sesuai kebutuhan jaman.
DAFTAR PUSTAKA