Kamis, 09 Juni 2016

Hukum Ekonomi Syariah



Studi tentang Ekonomi Islam sudah ada cukup lama, sejak berdirinya Agama Islam. Sebagain besar landasan tentang Ekonomi Syariah dijumpai dalam literatur Islam seperti tafsir Al Qur’an, syarah al Hadits, dan kitab-kitab fiqh yang ditulis oleh cendekiawan muslim terkenal, diantaranya Abu Yusuf, Abu Hanifah, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah dan sebagainya.

Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari’at dalam agama Islam. Dengan demikian, pelaksanaan syari’at agama yang berupa hukum-hukum merupakan salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya.

Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian Ekonomi Islam menurut M.A. Manan adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. 
Menurut Muhammad Abdullah abdullah al-‘Arabi, Pengertian Ekonomi Syariah ialah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari alquran dan sunnah, dimana merupakan bangunan perekonomian yang didirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai tiap lingkungan dan masa.
Menurut Prof. Dr. Zainuddin AliPengertian Ekonomi Syariah adalah kumpulan norma hukum yang bersumber dari alquran dan hadist yang mengatur perekonomian umat manusia. 
Menurut Dr. Mardani, Pengertian Ekonomi Syariah yaitu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang per orang atau kelompok orang atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.

Dari pengertian ekonomi syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Ekonomi Syariah adalah sistem ekonomi yang bersumber dari wahyu yang transendental (alquran dan hadist) dan sumber interpretasi dari wahyu yang disebut dengan ijtihad.


Implementasi dari sistem syariah bisa dibedakan dalam 2 dimensi, makro dan mikro. Dimensi makro lebih menekankan pengaturan ekonomi masyarakat dari sisi etis dan filosofis, seperti bagaimana distribusi kekayaan yang seharusnya oleh negara, pelarangan riba, dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat, sedangkan pada dimensi mikro lebih menekankan pada aspek profesionalisme dan kompentensi dari pelaksana.

Beberapa nilai-nilai islam yang dapat dilihat dalam konsep makro yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat antara lain :
  • Kaidah Zakat: mengkondisikan perilaku masyarakat yang lebih menyukai berinvestasi dibanding dengan hanya menyimpan hartanya. Aplikasi dari konsep ini terlihat di antaranya pada penetapan besaran pada Zakat Investasi dikenakan hanya pada hasil investasinya, sedangkan pada Zakat Harta Simpanan, dikenakan atas pokoknya;
  • Kaidah Pelarangan Riba: menganjurkan pembiayaan bersifat bagi hasil (equity based financing) dan melarang riba. Seterusnya, sebagai konsekwensi utamanya - diarahkan pada keberanian berusaha dengan menghadapi resiko;
  • Kaidah Pelarangan Judi–Maisir: tercermin dari larangan investasi yang tidak memiliki kaitan dengan sektor riil. Konsekwensi dari konsep ini juga mengarah kepada pengajaran pola hidup produktif dan tidak konsumtif;
  • Kaidah Pelarangan Gharar: mengutamakan transparansi dalam transaksi dan kegiatan operasi lainnya dan menghindari ketidak-jelasan.

Sedangkan nilai-nilai Islam dalam dimensi mikro menghendaki semua dana yang diperoleh dalam sistem ekonomi Islam dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati. Demi menjalankan maksud tersebut, beberapa sifat yang telah ditauladankan oleh Rasulullah SAW yaitu:
  • Shiddiq: memastikan bahwa pengelolaan usaha dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, dan tidak dengan cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).
  • Tabligh: dalam istilah praktis dimaksudkan secara sustainable melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip Islam yang perlu dijadikan pedoman dalam bermuamalah, termasuk segala manfaat dan resiko yang menyertainya serta cara mengatasinya bagi pengguna. Dalam konteks ini pula, sebaiknya tidak mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, namun juga harus dipadukan dengan berbagai situasi dan kondisi sosial masyarakat.
  • Amanah: menjaga dengan ketat prinsip kehatia-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari shahibul maal selaku pemilik dana, sehingga timbul saling percaya antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib).
  • Fathanah: memastikan bahwa pengelola usaha berbasis syariah dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum, termasuk pengelolaan dengan penuh kesantunan (ri’ayah) dan penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah)

Sebagaimana telah disebut diatas, bahwa kajian ilmu ekonomi Islam terikat dengan nilai-nilai Islam, atau dalam istilah sehari-hari terikat dengan ketentuan halal-haram, sementara persoalan halal-haram merupakan salah satu lingkup kajian hukukm, maka hal tersebut menunjukkan keterkaitan yang erat antara hukum, ekonomi dan syariah. Pemakaian kata syariah sebagai fiqh tampak secara khusus pada pencantuman syariah Islam sebagai sumber legislasi dibeberapa negara muslim, perbankan syariah, asuransi syariah, ekonomi syariah.

Sistem Ekonomi Syariah pada suatu sisi dan Hukum Ekonomi Syariah pada sisi lain menjadi permasalahan yang harus dibangun berdasarkan amanah UU di Indonesia. Untuk membangun Sistem Ekonomi Syariah diperlukan kemauan masyarakat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Fiqih di bidang ekonomi, sedangkan untuk membangun Hukum Ekonomi Syariah diperlukan kemauan politik untuk mengadopsi hukum Fiqih dengan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Adopsi yang demikian harus merupakan ijtihad para fukoha, ulama dan pemerintah, sehingga hukum bisa bersifat memaksa sebagai hukum.




Pertalian hukum dan ekonomi merupakan salah satu ikatan klasik antara hukum dan kehidupan sosial. Dipandang dari sudut ekonomi, kebutuhan untuk menggunakan hukum sebagai salah satu lembaga di masyarakat turut menentukan kebijakan ekonomi yang akan diambil. Pentingnya pemahaman terhadap hukum karena hukum mengatur ruang lingkup kegiatan manusia pasa hampir semua bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi. Disamping itu, hukum memeiliki peran lain yaitu kemampuannya untuk mempengaruhi tingkat kepastian dalam hubungan antara manusia didalam mesyarakat.

Dalam rimba ketidakpastian yang akan sangat mempengaruhi langkah-langkah kebijakan ekonomi yang akan diambil, maka ketentuan-ketentuan hukum befungsi untuk mengatur dan membatasi berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat. Untuk melindungi hak-hak dan kepentingan masyarakat yang umumnya dituangkan dalam bentuk hukum formal bertujuan untuk mewujudkan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi.

Untuk itulah, dalam dekade belakangan ini diakui adanya hubungan erat antara ekonomi dengan hukum sehingga sering disebut pula hukum ekonomi. Sedangkan Hukum Ekonomi Syariah berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari sistem Ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan Fiqih di bidang ekonomi oleh masyarakat.


Produk hukum ekonomi syariah secara kongkret di Indonesia khususnya dapat dilihat dari pengakuan atas fatwa Dewan Syariah Nasional, sebagai hukum materiil ekonomi syariah, untuk kemudian sebagiannya dituangkan dalam PBI atau SEBI. Demikian juga dalam bentuk undang-undang, seperti contohnya Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan lain sebagainya, diharapkan dapat mengisi kekosongan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syariah. 

Untuk bidang asuransi, reksadana, obligasi dan pasar modal syariah serta lembaga keuangan syariah lainnya tentu juga memerlukan peraturan perundangan tersendiri untuk pengembangannya, selain peraturan perundangan lain yang sudah ada sebelumnya. Bahan baku UU tersebut antaralain ialah kajian fiqh dari para fuqaha. 

Prinsip Hukum Ekonomi Syariah, yaitu:
  1. Hukum dari semua aktivitas ekonomi pada awalnya diperbolehkan.
  2. Mu’amalah hendaknya dilakukan dengan cara suka sama suka dan tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.
  3. Mendatangkan maslahat dan menolak madharat bagi kehidupan manusia.
  4. Aktivitas ekonomi harus terhindar dari unsur gharar, dzhulm, riba’ dan unsur lain yang diharamkan berdasarkan syara’.

Kegiatan para pelaku ekonomi sebagai subjek hukum selalu menunjukkan kecenderungan semakin mapan dengan frekuensi yang semakin cepat dan jenis hubungan hukum yang semakin beragam. Pada dasarnya hukum ekonomi selalu berkembang berdasarkan adanya;
  1.  peluang bisnis/usaha baru;
  2.  komoditi baru yang ditawarkan oleh iptek/teknologi;
  3. permintaan komoditi baru;
  4.  kecenderungan perubahan pasar;
  5.  kebutuhan-kebutuhan baru di dalam pasar; dan
  6. perubahan politik ekonomi;

         Guna memenuhi dan mengantisipasi kemungkinan peluang yang ada, maka ’hukum’ seharusnya mampu memberikan solusi yang sesuai dengan perkembangan dunia bisnis. Dalam kontek ini, kajian hukum yang diperlukan ialah kajian hukum ekonomi dan kajian hukum bisnis yang dipadukan dengan prinsip-prinsip Islam. Dengan demikian, diharapkan hukum ekonomi/hukum bisnis, pada hakikatnya juga selalu dapat dan mampu berkembang sesuai kebutuhan jaman.



DAFTAR PUSTAKA