Minggu, 24 April 2016

Industrialisasi di Indonesia



Konsep dan Tujuan Industrialisasi
Industrialisasi adalah sistem produksi yang muncul dari pengembangan yang mantap penelitian dan penggunaan pengetahuan ilmiah. Ia dilandasi oleh pembagian tenaga kerja dan spesialisasi, menggunakan alat-alat bantu mekanik, kimiawi, mesin, dan organisasi serta intelektual dalam produksi.
Industrialisasi dalam arti sempit menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non-hayati, dalam rangka produksi barang atau jasa. Meskipun definisi ini terasa sangat membatasi industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik atau manufaktur, tapi juga bisa meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari mekanisasi (pemakaian sumber tenaga non-hayati) demikian pula halnya dengan transportasi dan komunikasi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah yang ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
(1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
(2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
(3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
(4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
(5) Meningkatkan kemampuan teknologi.
(6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
(7) Meningkatkan penyebaran industri.
 
 
 Faktor-Faktor Pendorong Industrialisasi
a.    Kemampuan teknologi dan inovasi.
b.    Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita.
c.  Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat.
d. Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi.
e. Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f.  Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi.
g.  Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.


Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).


 Permasalahan Industrialisasi
Kendala bagi pertumbuhan industri di dalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor. Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi. Permasalahan-permasalahan tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri. Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di antara kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri.Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen dan kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen. Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.
Untuk mencapai target itu, Kementerian Perindustrian membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan ASEAN Economic Community. Agar siap menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam negeri juga tidak boleh diabaikan.

Masalah dalam industri manufaktur nasional:
1. Kelemahan struktural
  • Basis ekspor & pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
1.      Terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
2.      Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada, Turki & Norwegia, USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil pakaian jadi dari Indonesia.
3.      Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah terpengaruh oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas
4.      Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan harga muncul pesaing baru seperti cina & vietman
5.      Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor internal seperti tuntutan kenaikan upah

  • Ketergantungan impor sangat tinggi. Pada tahun 1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:
1.         Nilai impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi diatas 45%
2.         Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada impor bahan baku, komponen &  input perantara  masih tinggi.
3.         PMA sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku & komponen dari LN
4.         Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
5.         Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan pemasaran masih terbatas

 
  • Tidak ada industri berteknologi menengah
1.         Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen) thd pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
2.         Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas, besi & baja) thd ekspor menurun 1985 –1 997
3.         Produksi produk dg teknologi rendah berkembang pesat.

  • Konsentrasi regional
Industri menengah & besar terkonsentrasi di Jawa.

2. Kelemahan organisasi
  • Industri kecil & menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahèJumlah Tk masih banyak (padat Karya)
  • Konsentrasi Pasar
  • Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
  • SDM yang lemah

 
Strategi Pembangunan Sektor Industri
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
1.      Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri
2.      Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri
3.      Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian
4.      Mendukung perkembangan sektor infrastruktur
5.      Meningkatkan kemampuan teknologi
6.      Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
7.      Meningkatkan penyebaran industri
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam pembangunan industrimanufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi.
Perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru
bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional.
Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang kolektif.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia, seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia.
Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.








DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar: