Konsep dan
Tujuan Industrialisasi
Industrialisasi adalah sistem
produksi yang muncul dari pengembangan yang mantap penelitian dan penggunaan
pengetahuan ilmiah. Ia dilandasi oleh pembagian tenaga kerja dan spesialisasi,
menggunakan alat-alat bantu mekanik, kimiawi, mesin, dan organisasi serta
intelektual dalam produksi.
Industrialisasi dalam arti sempit
menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non-hayati, dalam
rangka produksi barang atau jasa. Meskipun definisi ini terasa sangat membatasi
industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik atau manufaktur, tapi juga
bisa meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari mekanisasi
(pemakaian sumber tenaga non-hayati) demikian pula halnya dengan transportasi
dan komunikasi.
Industrialisasi merupakan salah satu
strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa
Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah yang ingin mencapai
pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional
baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi
permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi
permasalahan secara nasional, yaitu :
(1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja
industri.
(2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan
pember-dayaan pasar dalam negeri.
(3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti
bagi perekonomian.
(4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
(5) Meningkatkan kemampuan teknologi.
(6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan
diversifikasi produk.
(7) Meningkatkan penyebaran industri.
Faktor-Faktor
Pendorong Industrialisasi
a.
Kemampuan teknologi dan inovasi.
b.
Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita.
c. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara
yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia,
dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses
industrialisasi lebih cepat.
d. Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat
pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan
pertumbuhan kegiatan ekonomi.
e. Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan
industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan
insentif yang diberikan.
f. Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung
lebih lambat dalam industrialisasi.
g. Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan
bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.
Perusahaan manufaktur merupakan
penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan
industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat
perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat
dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja
industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi dunia yang
terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai
sendi perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara
nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan
perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering
terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan
pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek
industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang
cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi
industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara
Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri
manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat
rendah.
Industri manufaktur masa depan
adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan
tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya
jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan
kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya
manusia Indonesia (competitive advantage).
Permasalahan
Industrialisasi
Kendala bagi pertumbuhan industri di
dalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor.
Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan
produktivitas dan efisiensi. Permasalahan-permasalahan tersebut telah
menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah
mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan
Produk Dalam Negeri. Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi
pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di
antara kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri.Tahun 2010-2014,
Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen
dan kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen.
Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.
Untuk mencapai target itu, Kementerian
Perindustrian membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang
akan menjadi acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi
perdagangan bebas dan ASEAN Economic Community. Agar siap menghadapi itu semua,
menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, peningkatan
daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari presiden hingga pejabat
pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam negeri juga tidak boleh
diabaikan.
Masalah dalam
industri manufaktur nasional:
1. Kelemahan
struktural
- Basis ekspor & pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
1.
Terbatas pada empat produk (kayu
lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
2.
Pasar tekstil & pakaian jadi
terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada, Turki &
Norwegia, USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor
tekstil pakaian jadi dari Indonesia.
3.
Produk penyumbang 80% dari ekspor
manufaktur indonesia masih mudah terpengaruh oleh perubahan permintaan
produk di pasar terbatas
4.
Banyak produk manufaktur terpilih
padat karya mengalami penurunan harga muncul pesaing baru seperti cina
& vietman
5.
Produk manufaktur tradisional menurun
daya saingnya sbg akibat factor internal seperti tuntutan kenaikan upah
- Ketergantungan impor sangat tinggi. Pada tahun 1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:
1.
Nilai impor bahan baku, komponen
& input perantara masih tinggi diatas 45%
2.
Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung
kepada impor bahan baku, komponen
& input perantara masih tinggi.
3.
PMA sector manufaktur masih
bergantung kepada suplai bahan baku & komponen dari LN
4.
Peralihan teknologi (teknikal,
manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi dan keterkaitan eksternal)
dari PMA masih terbatas
5.
Pengembangan produk dengan merek
sendiri dan pembangunan jaringan pemasaran masih terbatas
- Tidak ada industri berteknologi menengah
1.
Kontribusi industri berteknologi
menengah (logam, karet, plastik, semen) thd pembangunan sektor industri
manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
2.
Kontribusi produk padat modal
(material dari plastik, karet, pupuk, kertas, besi & baja) thd ekspor
menurun 1985 –1 997
3.
Produksi produk dg teknologi rendah
berkembang pesat.
- Konsentrasi regional
Industri menengah
& besar terkonsentrasi di Jawa.
2. Kelemahan
organisasi
- Industri kecil & menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahèJumlah Tk masih banyak (padat Karya)
- Konsentrasi Pasar
- Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
- SDM yang lemah
Strategi
Pembangunan Sektor Industri
Tujuan
pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang
ditujukan untuk mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri
maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
1. Meningkatkan
penyerapan tenaga kerja industri
2. Meningkatkan
ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri
3. Memberikan
sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian
4. Mendukung
perkembangan sektor infrastruktur
5. Meningkatkan
kemampuan teknologi
6. Meningkatkan
pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
7. Meningkatkan
penyebaran industri
Bertitik
tolak dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan
dalam pembangunan industrimanufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan
globalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi.
Perkembangan
perubahan lingkungan yang sangat cepat. Persaingan internasional merupakan
suatu perspektif baru
bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional.
bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional.
Untuk
itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan
kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui
pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang kolektif.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia, seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia, seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia.
Bangun
susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama
perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian
nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih
berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya
saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.
Pembangunan
industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai
pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring
(networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok
industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri
telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri
kecil-menengah tertentu.
Dengan
memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun
daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional
yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan.
Pertama, pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by
design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan
diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui
penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki
daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan berpartisipasi
secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut.
Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan
pengangguran.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar