Jumat, 02 Juni 2017

Perlindungan Konsumen di Indonesia

Salah satu prinsip di bidang ekonomi adalah mencari keuntungan sebanyak mungkin dengan pengorbanan atau pengeluaran yang sekecil-kecilnya. Beberapa pelaku usaha sangat menjunjung tinggi prinsip ini, sehingga demi memperoleh keuntungan yang besar, mereka akan melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan konsumen. Menurut Janus Sidabalok, paling tidak ada empat jenis perbuatan pelaku usaha yang dapat merugikan konsumen, yaitu:
  1. Menaikkan harga, hal ini dapat terjadi apabila pelaku usaha atau beberapa pelaku usaha memonopoli suatu produk sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain mengkonsumsi produk tersebut.
  2. Menurunkan mutu, hal ini juga dapat terjadi apabila pelaku usaha memonopoli suatu produk.
  3. Dumping, yaitu menurunkan harga jual produk sampai pada harga di bawah biaya produksi sehingga harga jual di luar negeri lebih rendah dibanding harga jual di dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk menjatuhkan pelaku usaha lain.
  4. Memalsukan produk, yang dilakukan dengan memproduksi barang dengan merek yang sudah terkenal di masyarakat dan dipasarkan seolah-olah produk tersebut asli. Hal ini selain merugikan pelaku usaha pemilik merek juga merugikan konsumen karena kualitas produk tidak sama dengan produk asli.
Keinginan pelaku usaha untuk meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya dapat mendorong pelaku usaha untuk berbuat curang, baik melalui berbagai kiat promosi yang memikat konsumen, cara penjualan dan penerapan perjanjian standar yang cenderung lebih melindungi pelaku usaha dan dapat merugikan konsumen. Kecenderungan pelaku usaha untuk berbuat curang menjadikan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan lemahnya kedudukan konsumen adalah karena rendahnya tingkat kesadaran konsumen mengenai hak-hanya. Faktor lain yang menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah adalah karena kurangnya pengetahuan konsumen mengenai proses produksi dan posisi tawar menawar konsumen yang lebih lemah secara ekonomi.

Kerugian yang dialami konsumen tidak selalu terjadi karena perbuatan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha, namun juga dapat terjadi karena kesalahan konsumen sendiri yang disebabkan karena ketidak tahuan konsumen mengenai suatu produk. Hukum yang berlaku selain mampu melindungi konsumen dari perbuatan curang pelaku usaha, juga harus mampu memberikan pendidikan kepada konsumen mengenai pentingnya keamanan dan keselamatan dalam menggunakan suatu produk.


Undang-Undang Perlindungan Konsumen
 Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 20 April 1999 telah mensahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sebenarnya sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen diundangkan, hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha secara tidak langsung telah diatur dan tersebar di dalam berbagai peraturan yang dapat dikelompokkan ke dalam empat bagian besar, yakni perindustrian, perdagangan, kesehatan dan lingkungan hidup. Namun tidak mungkin bagi seorang konsumen yang buta hukum untuk mencari berbagai hak dan kewajibannya di segunung tumpukan peraturan. Selain itu, kelemahan dari peraturan-peraturan yang muncul sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
  • Defenisi yang digunakan tidak dikhususkan untuk perlindungan konsumen
  • Posisi konsumen lebih lemah
  • Prosedurnya rumit dan sulit dipahami oleh konsumen
  • Penyelesaian sengketa memakan waktu yang lama dan biayanya tinggi
Meskipun ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha. Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha diharapkan lebih termotivasi untuk meningkatkan daya saingnya dengan memperhatikan kepentingan konsumen.


Pengertian hukum perlindungan konsumen
Hukum perlindungan konsumen menurut Janus Sidabalok adalah hukum yang mengatur tentang pemberian perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. Hukum perlindungan konsumen menurut Janus mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen berbicara mengenai jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya hak-hak konsumen.7 Perlindungan konsumen mencakup dua aspek utama, yaitu:
  1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Hal ini mencakup bidang yang cukup luas, mulai dari penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk, hingga mengenai ganti rugi yang diterima oleh konsumen bila terjadi kerugian karena mengkonsumsi produk yang tidak sesuai.
  2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang tidak adil. Hal ini berkaitan erat dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya, mulai dari kegiatan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, hingga layanan purnajual.


Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Asas-asas yang dianut dalam perlindungan konsumen menurut Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
  1. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
  1. Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
  1. Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
  1. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
  1. Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perlindungan konsumen bertujuan untuk melindungi konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen dan tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha, melainkan menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayannya. 

Tujuan perlindungan konsumen menurut Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
  6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen


DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar: