Salah satu prinsip di bidang ekonomi adalah mencari
keuntungan sebanyak mungkin dengan pengorbanan atau pengeluaran yang
sekecil-kecilnya. Beberapa pelaku usaha sangat menjunjung tinggi prinsip ini,
sehingga demi memperoleh keuntungan yang besar, mereka akan melakukan
perbuatan-perbuatan yang merugikan konsumen. Menurut Janus Sidabalok, paling
tidak ada empat jenis perbuatan pelaku usaha yang dapat merugikan
konsumen, yaitu:
- Menaikkan harga, hal ini dapat terjadi apabila pelaku usaha atau beberapa pelaku usaha memonopoli suatu produk sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain mengkonsumsi produk tersebut.
- Menurunkan mutu, hal ini juga dapat terjadi apabila pelaku usaha memonopoli suatu produk.
- Dumping, yaitu menurunkan harga jual produk sampai pada harga di bawah biaya produksi sehingga harga jual di luar negeri lebih rendah dibanding harga jual di dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk menjatuhkan pelaku usaha lain.
- Memalsukan produk, yang dilakukan dengan memproduksi barang dengan merek yang sudah terkenal di masyarakat dan dipasarkan seolah-olah produk tersebut asli. Hal ini selain merugikan pelaku usaha pemilik merek juga merugikan konsumen karena kualitas produk tidak sama dengan produk asli.
Keinginan pelaku usaha untuk meraup keuntungan yang
sebanyak-banyaknya dapat mendorong pelaku usaha untuk berbuat curang, baik
melalui berbagai kiat promosi yang memikat konsumen, cara penjualan dan
penerapan perjanjian standar yang cenderung lebih melindungi pelaku usaha dan
dapat merugikan konsumen. Kecenderungan pelaku usaha untuk berbuat curang
menjadikan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan
menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan lemahnya
kedudukan konsumen adalah karena rendahnya tingkat kesadaran konsumen mengenai
hak-hanya. Faktor lain yang menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah
adalah karena kurangnya pengetahuan konsumen mengenai proses produksi dan
posisi tawar menawar konsumen yang lebih lemah secara ekonomi.
Kerugian yang dialami konsumen tidak selalu terjadi
karena perbuatan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha, namun juga dapat
terjadi karena kesalahan konsumen sendiri yang disebabkan karena ketidak tahuan
konsumen mengenai suatu produk. Hukum yang berlaku selain mampu melindungi
konsumen dari perbuatan curang pelaku usaha, juga harus mampu memberikan
pendidikan kepada konsumen mengenai pentingnya keamanan dan keselamatan dalam
menggunakan suatu produk.
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen
Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 20 April
1999 telah mensahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Sebenarnya sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen
diundangkan, hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha secara tidak
langsung telah diatur dan tersebar di dalam berbagai peraturan yang dapat
dikelompokkan ke dalam empat bagian besar, yakni perindustrian, perdagangan,
kesehatan dan lingkungan hidup. Namun tidak mungkin bagi seorang konsumen yang
buta hukum untuk mencari berbagai hak dan kewajibannya di segunung tumpukan
peraturan. Selain itu, kelemahan dari peraturan-peraturan yang muncul sebelum
Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
- Defenisi yang digunakan tidak dikhususkan untuk perlindungan konsumen
- Posisi konsumen lebih lemah
- Prosedurnya rumit dan sulit dipahami oleh konsumen
- Penyelesaian sengketa memakan waktu yang lama dan biayanya tinggi
Meskipun ditujukan untuk melindungi kepentingan
konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak bertujuan untuk
mematikan pelaku usaha. Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
pelaku usaha diharapkan lebih termotivasi untuk meningkatkan daya saingnya
dengan memperhatikan kepentingan konsumen.
Pengertian
hukum perlindungan konsumen
Hukum perlindungan konsumen menurut Janus Sidabalok
adalah hukum yang mengatur tentang pemberian perlindungan kepada konsumen
dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. Hukum perlindungan
konsumen menurut Janus mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan
kewajiban pelaku usaha, serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan
kewajiban tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan
konsumen berbicara mengenai jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya hak-hak
konsumen.7 Perlindungan konsumen mencakup dua aspek
utama, yaitu:
- Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Hal ini mencakup bidang yang cukup luas, mulai dari penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk, hingga mengenai ganti rugi yang diterima oleh konsumen bila terjadi kerugian karena mengkonsumsi produk yang tidak sesuai.
- Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang tidak adil. Hal ini berkaitan erat dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya, mulai dari kegiatan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, hingga layanan purnajual.
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Asas-asas yang dianut dalam
perlindungan konsumen menurut Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
adalah:
- Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa
penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak
ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua
belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
- Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di
Pasal 4 – 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan
pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara
seimbang.
- Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini,
diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud
secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
- Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
- Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan
pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perlindungan
konsumen bertujuan untuk melindungi konsumen dalam rangka pemenuhan
kebutuhannya sebagai konsumen dan tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha,
melainkan menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produk
dan pelayannya.
Tujuan perlindungan konsumen menurut Pasal 3
Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
- Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar