Indonesia
dengan potensi kekayaan yang sangat besar baik potensi sumberdaya alam,
keragaman budaya, maupun sumberdaya manusia, perlu mengedepankan kreativitas
dan inovasi dalam pembangunan nasional untuk mengoptimalkan berbagai potensi
kekayaan yang dimilikinya. Ekonomi kreatif yang berbasis kepada modal
kreativitas sumberdaya manusia, berpeluang mendorong daya saing bangsa
Indonesia di masa depan. Jika sumberdaya manusia Indonesia yang jumlahnya
sangat besar memiliki kemampuan untuk berkreasi untuk menciptakan inovasi dan
nilai tambah, maka kreativitas tersebut akan menjadi sumberdaya terbarukan yang
tidak ada habisnya. Kreativitas akan mendorong dihasilkannya produk-produk
manufaktur dan jasa yang inovatif dan bernilai tambah tinggi sehingga kelak
Indonesia tidak akan lagi bergantung pada ekspor bahan mentah, tetapi juga akan
mampu mengekspor produk yang bernilai tambah tinggi. Kreativitas dan inovasi
juga akan menjadikan warisan budaya dan kearifan lokal berkontribusi besar
tidak hanya bagi perekonomian nasional namun juga bagi peningkatan citra bangsa
Indonesia di mata dunia internasional.
Perpres Nomor 72 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif
telah mengklasifikasi ulang sub-sektor industri kreatif dari 15 sub-sektor
menjadi 16 sub-sektor, yaitu arsitektur; desain interior; desain komunikasi
visual; desain produk; film, animasi, dan video; fotografi; kriya; kuliner;
musik; fashion; aplikasi dan game developer; penerbitan; periklanan;
televisi dan radio; seni pertunjukan; dan seni rupa. Kontribusi 15 sub-sektor
industri kreatif terhadap proporsi PDB tahun 2014, yang menunjukkan bahwa
industri kuliner merupakan sub sektor dengan kontribusi PDB terbesar yaitu
sebesar 32%. Sedangkan hasil analisa kuadran dengan menggunakan variabel
tingkat pertumbuhan PDB dan proporsi terhadap PDB menunjukan bahwa industri
fashion merupakan industri yang paling tinggi tingkat pertumbuhan dan
proporsinya terhadap PDB. Sedangkan industri layanan komputer dan perangkat
lunak; periklanan; arsitektur; riset dan pengembangan; fotografi, film, dan
video; radio dan televisi; serta permainan interaktif, meskipun proporsinya
terhadap PDB masih rendah, namun mencatat tingkat pertumbuhan tinggi sehingga
potensial untuk dikembangkan.
Pengembangan ekonomi kreatif saat
ini masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan. Rencana Induk
Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia menuju 2025 mengidentifikasi tujuh isu
utama yang menjadi tantangan bagi perkembangan ekonomi kreatif, yaitu
sumberdaya manusia kreatif, bahan baku, daya saing industri, pembiayaan, pasar,
infrastruktur dan teknologi, serta kelembagaan dan iklim usaha.
Salah
satu industri dalam ekonomi kreatif yang cukup memberi andil besar adalah
industri musik. Industri musik tidak dapat dipandang sebelah mata karena
ternyata memiliki peran yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional dan
memiliki efek berganda bagi aktivitas perekonomian lainnya.
Industri
musik menyumbang Rp5,237 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang
2013 dengan jumlah usaha dan serapan tenaga kerja yang terus meningkat.
"Sumbangan terhadap PDB dari
industri musik kita terus bertambah, bahkan serapan tenaga kerjanya mencapai
55.958 orang tahun lalu. Sayangnya dibandingkan sektor lain ini masih sangat
kecil, masih hanya nol koma sekian persen," kata Direktur Jenderal Ekonomi
Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf) Ahman Sya.
Menparekraf meyakini bahwa mengikuti
tren global, potensi kontribusi industri musik Indonesia ke depan dinilai akan
semakin meningkat. Indonesia, lanjutnya, merupakan negara yang mempunyai
potensi tidak terbatas untuk mengembangkan industri kreatifnya karena orang
kreatif di Indonesia memiliki aset yang luar biasa, yaitu warisan budayanya
yang tercermin dalam semua industri kreatif termasuk musik.
Kemenparekraf telah memasukkan industri
musik dalam Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015. Dalam cetak biru
itu disebutkan industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas,
keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta
lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya
cipta individu tersebut.
Industri musik nasional saat ini telah mampu menguasai sebesar
85 persen pangsa pasar dalam negeri dengan kecendrungan meningkat setiap tahun.
Kemenparekraf juga telah mendorong terbentuknya lebih banyak sentra inovasi
untuk industri kreatif di Indonesia agar pelaku kreatif bisa semakin
mengembangkan potensinya dengan optimal.
Namun,
dalam perkembangan industri musik ini mengalami hambatan, salah satunya adalah
maraknya pembajakan ilegal terhadap musik para musisi Indonesia.
Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
(ASIRI) memperkirakan produk karya rekaman ilegal mencapai 95% baik di dunia
fiskal (kaset, CD, VCD, dan DVD) maupun di internet. Potential loss yang timbul akibat tindakan tersebut mencapai Rp12
triliun per tahun.
Maraknya illegal download menyebabkan
perlahan industri musik mulai menggeser tren ke arah bisnis pertunjukan. Meski
demikian, menurut Rahayu, daya jangkau bisnis ini terhadap penikmat musik masih
relatif terbatas.
Sebagai
upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi pembajakan ilegal terhadap
karya musik anak bangsa tersebut, PAPPRI atau Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik meminta
agar pemerintah melindungi hak kekayaan intelektual pemusik.
Di
Indonesia, perlindungan hukum dilakukan berdasar antara lain UU 28 / 2014
tentang Hak Cipta, selain itu UU 14 / 2001 tentang Paten dan UU 15 / 2001
tentang Merek. Selain itu terdapat PP 29 / 2004 tentang Sarana Produksi
Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (optical
disc).
Dirjen Pengembangan Seni Pertunjukan dan
Industri Musik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengatakan dalam
pengembangan industri musik, terdapat beberapa hal yang harus menjadi pokok
perhatian di antaranya kreasi, reproduksi, distribusi, dan konsumsi.
Dari 15 subsektor yang dikembangkan
dalam ekonomi kreatif, subsektor musik masih menjadi medioker ekspor yang saat
ini masih didominasi subsektor lain berbasis desain. Diperkirakan kontribusi
musik masih berkisar 5-7% dari total ekspor ekonomi kreatif, masih kalah jauh
dibanding subsektor desain yang mencapai 40%.
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebenarnya banyak sektor industri dalam ekonomi kreatif
Indonesia yang masih bisa berkembang jauh lebih besar ke depannya apabila terus
diimbangi dengan pengawasan pemerintah dalam menjaga hak aktualisasi SDM
Indonesia. Salah satunya adalah industri musik, industri ini dinilai akan dapat
terus tumbuh ke depannya asalkan diiringi dengan kerja pemerintah dalam
melaksanakan apa yang terdapat pada Undang Undang tentang Hak Cipta, Hak Paten,
Merek, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA