Thomas Samuel Kuhn, merupakan seorang sejarawan, yang juga merangkap menjadi fisikawan dan filsuf kelahiran Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat pada 18 Juli 1922, 102 tahun silam.
Ia menamatkan
pendidikan menengah atasnya di The Taft School, Watertown pada tahun 1940,
sejak lulus dari bangku pendidikan menengah atas itulah ia menjadi sangat
tertarik dengan ilmu fisika dan matematika. Kemudian pada 1943 dia memperoleh
gelar sarjananya di bidang fisika dan melanjutkan pendidikan master serta PhD
berturut-turut pada tahun 1946 dan 1949. Semua pendidikan tinggi tersebut ia
tempuh Harvard University.
Thomas Kuhn menjadi sangat dikenal oleh masyarakat luas setelah ia meluncurkan buku The Structure of Scientific Revolutions, yang kemudian dinilai sangat berpengaruh dan fenomenal ketika menjadi rujukan dalam penelitian ilmu pengetahuan yang berkembang selanjutnya.
Latar belakang Kuhn dalam proses penulisan buku The Structure of Scientific Revolutions bukanlah hanya dilandasi kegelisahannya semata.
Kuhn memiliki pandangan unik
tersendiri tentang cara kerja sains, hal itu dapat kita telusuri kembali ke
pencerahan yang ia alami pada tahun 1947 ketika membaca karya ilmiah
Aristoteles dalam persiapannya untuk mengajar mata kuliah Sejarah Sains di
Harvard.
Kuhn tidak dapat memahami
bagaimana orang yang jelas-jelas brilian bisa salah dalam hal fisika dasar.
Maka kemudian pencerahan yang ia peroleh adalah bahwa Aristoteles tampaknya
sepenuhnya salah jika dilihat dari sudut pandang pemahaman kita tentang fisika
saat ini. Kuhn menyadari bahwa, dalam arti tertentu, Aristoteles hidup di dunia
yang berbeda dari yang kita tinggali saat ini. Konsep dan kategori dasar yang
mendasari pemahaman modern kita tentang fisika tidak tersedia bagi Aristoteles.
Misalnya, istilah dasar “gerak” mempunyai arti yang sangat berbeda bagi
Aristoteles dibandingkan dengan Isaac Newton.
Kesadaran ini membuatnya kemudian berkonsentrasi pada sejarah sains, lalu ia mengambil posisi di Universitas California Berkeley sebagai profesor sejarah sains di departemen filsafat pada tahun 1956. Setahun kemudian, Kuhn menerbitkan buku pertamanya, The Copernicus Revolution: Astronomy Planet. Kuhn juga meneliti teori materi abad kedelapan belas dan sejarah awal termodinamika. Rekan-rekannya di Universitas Berkley seperti Stanley Cavell, memperkenalkan Kuhn pada karya-karya Wittgenstein, sehingga memicu minatnya terhadap filsafat ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1962, Kuhn
menerbitkan karya penting The Structure of Scientific Revolutions, yang diakui
sebagai salah satu buku paling berpengaruh (dan kontroversial) yang pernah
ditulis tentang sejarah dan praktik sains. Pada tahun 1964, Kuhn menerima
posisi sebagai Profesor Filsafat dan Sejarah Sains di Universitas Princeton dan
pada tahun 1979 menjadi Profesor Filsafat Rockefeller di Institut Teknologi
Massachusetts (MIT). Dia tetap di MIT hingga tahun 1991, setelah itu dia
menjadi profesor emeritus hingga kematiannya pada tahun 1996.
Dalam buku The Structure of Scientific Revolutions, Kuhn menjelaskan revolusi yang terjadi dalam sains terjadi melalui beberapa tahapan sebagaimana berikut:
Gambar: Ilustrasi hirarki pergeseran paradigma Thomas
Kuhn
Sains Normal
Kuhn berargumen bahwa dalam
fase sains normal, semua berjalan seperti biasa saja. Para ilmuwan yang
melakukan penelitian melakukan aktivitasnya sepanjang hari tanpa terobosan atau
gagasan baru. Kuhn menilai bahwa ilmuwan hanya berupaya untuk membuktikan teori
atau paradigma yang sudah ada.
Kuhn juga memberi perumpaan
terhadap fenomena sains normal ini sebagai pemecahan teka-teki. Teka-teki yang
Kuhn maksud adalah proses sains dari paradigma yang sudah ada dan yang kemudian
akan dipecahkan menggunakan sebuah teori tertentu. Namun dalam aktivitas
sehari-hari tersebut, tidak jarang ilmuwan menemukan hambatan yang tidak dapat
dipecahkan dengan menggunakan paradigma maupun teori yang sudah ada.
Hambatan dalam aktivitas
sains normal tersebutlah yang selanjutnya ia sebut sebagai Anomali.
Anomali
Kuhn menilai bahwa anomali ialah
gambaran ketidakselarasan antara kenyataan dengan paradigma-paradigma yang
digunakan para ilmuwan. Anomali dapat terjadi karena paradigma tersebut tidak
mampu memberikan penjelasan dan menjawab persoalan yang timbul dan akhirnya menciptakan
penyimpangan.
Anomali-anomali ini kemudian
apabila semakin menumpuk dan semakin sulit dipecahkan, maka akan menimbulkan
krisis. Selanjutnya krisis tadi akan menimbulkan pertanyaan terhadap paradigma
yang sudah ada. Apabila para ilmuwan mempertanyakan paradigma tersebut, itulah
tanda terjadinya pergeseran paradigma.
Kemudian banyak ilmuwan
mencoba mempertahankan teori yang sudah ada dengan cara yang berbeda. Pada
akhirnya, menurut Kuhn, seorang ilmuwan akan memiliki pandangan yang intuitif
dan dalam seketika akan lahir teori ilmiah baru yang mampu menjelaskan anomali
tersebut.
Krisis
Akibat yang muncul karena
banyaknya anomali dalam penelitian adalah timbulnya krisis. Pada fase krisis ini, paradigma mulai diragukan kebenarannya. Kemudian mengantarkan jalan untuk
menuju fase revolusi. Pada fase revolusi lah kemudian akan muncul paradigma II
yang memiliki jawaban atas persoalan yang muncul dari paradigma sebelumnya.
Gambaran siklus tadi
menunjukkan bahwa dalam revolusi sains, sebuah paradigma baru tidak akan muncul
tanpa didahului dengan munculnya krisis. Walaupun nanti akan ditemukan paradigma
baru, keberadaan paradigma lama pun tetap dianggap penting perannya sehingga memungkinkan
ilmuan untuk menjawab suatu anomali yang tidak dapat dipecahkan dengan teori
yang sudah ada sebelumnya.
Sains Luar Biasa
Fase sains luar biasa
ditandai dengan pergeseran paradigma lama ke paradigma baru. Fase ini pun
dinilai lebih ‘melonggarkan’ aturan dalam penelitian, dengan melakukan lebih
banyak eksperimen dan kreativitas, mencoba eksperimen baru dan unik, dan dengan
melakukan dekonstruksi terhadap stereotip yang ada, serta pembacaan filosofi
yang berbeda.
Kuhn menulis bahwa,
‘Meningkatnya artikulasi dalam persaingan, kemauan untuk mencoba apa pun,
ekspresi ketidakpuasan yang jelas, penggunaan filsafat dan perdebatan mengenai
hal-hal mendasar, semua ini merupakan gejala transisi dari penelitian normal ke
penelitian luar biasa’.
Jika hal ini berhasil, maka
akan terjadi perubahan total dalam cara pandang dan perubahan paradigma. Pergeseran
paradigma ibarat pergeseran persepsi dari kelinci menjadi bebek dalam gambaran
Gestalt. Tidak ada yang berubah selain dari sudut pandang psikologis Anda – dua
orang dengan kesan sensorik yang sama dapat melihat hal yang berbeda.
Gambar: Ilusi optik persepsi kelinci dan bebek oleh
Gestalt
Seiring waktu, Kuhn meyakinkan bahwa dengan semakin banyaknya ilmuwan, semakin banyak eksperimen yang dilakukan, maka paradigma baru akan terbentuk.
Kuhn mengartikan paradigma sebagai
suatu cara pandang, prinsip dasar, metode-metode, dan nilai-nilai dalam
memecahkan suatu masalah yang dipegang teguh oleh suatu komunitas ilmiah
tertentu.
Kuhn mencatat bagaimana
pergeseran paradigma biasanya dipicu oleh generasi muda yang kreatif dan
eksentrik, atau ilmuwan yang baru mengenal bidang tersebut, yaitu orang-orang
yang belum terlalu melekat pada paradigma yang diasumsikan. Mereka melihat
segala sesuatu dengan cara yang benar-benar baru.
Revolusi Ilmiah
Kuhn menyebut proses dimana
satu paradigma menggantikan paradigma lain sebagai “revolusi ilmiah”.
Revolusi ilmiah tersebut
Kuhn contohkan dengan perubahan perspektif saat Nicolaus Copernicus pada tahun
1543 mengatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, hal tersebut mencabut
kepercayaan berabad-abad terhadap alam semesta geosentris yang dikemukakan oleh
Ptolemeus, bahwa matahari berputar mengelilingi bumi.
Melalui contoh dan
analisisnya, Kuhn menarik beberapa kesimpulan tentang hakikat revolusi ilmiah,
yakni:
1. Kuhn menegaskan bahwa dalam fase normal, walaupun menghambat penemuan baru, pada akhirnya memungkinkan terjadinya revolusi ilmiah. Untuk mengetahui adanya anomali, para ilmuwan perlu mengetahui hal-hal spesifik apa yang diharapkan, dan itulah yang diajarkan ilmu pengetahuan normal kepada mereka.
2. Kuhn mengamati bahwa setiap paradigma baru berusaha menghancurkan dan menggantikan paradigma lama, bukan membangun paradigma baru. Inilah sebabnya Kuhn memandang kemajuan ilmu pengetahuan bersifat sirkular, bukan linier.
3. Kuhn berpendapat bahwa tidak ada satu teori atau
paradigma ilmiah yang secara inheren lebih akurat atau lebih baik dari yang
lain. Sebaliknya, karena setiap teori merupakan produk dari persepsi dan
pertanyaan “sewenang-wenang” yang menentukan masanya.
Pergeseran paradigma pada dasarnya adalah perubahan dalam cara ilmuwan memandang dan mengalami dunia. Itulah sebabnya satu pandangan dunia atau paradigma hampir mustahil untuk diselaraskan dengan yang lain (yang disebut Kuhn “tidak dapat dibandingkan”). Selain itu, Kuhn menekankan bahwa ilmuwan adalah manusia, dan paradigma baru muncul bukan karena paradigma tersebut memiliki nilai lebih, namun karena paradigma tersebut lebih persuasif.
Dapat disimpulkan bahwa penjelasan mengenai teori merujuk pada buku The Structure of Scientific Revolutions adalah sebuah dasar pemikiran yang dihasilkan oleh pergeseran paradigma, yang dapat dibuktikan melalui penelitian ilmu pengetahuan terdahulu, dan memiliki sifat tidak lebih baik atau tidak dapat dibandingkan, karena justru akan menjadi penguat dasar suatu keilmuan dengan keilmuan lainnya.