Selasa, 04 Juni 2024

[Review] Thomas Kuhn : The Structure of Scientific Revolutions

Thomas Samuel Kuhn, merupakan seorang sejarawan, yang juga merangkap menjadi fisikawan dan filsuf kelahiran Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat pada 18 Juli 1922, 102 tahun silam.


Ia menamatkan pendidikan menengah atasnya di The Taft School, Watertown pada tahun 1940, sejak lulus dari bangku pendidikan menengah atas itulah ia menjadi sangat tertarik dengan ilmu fisika dan matematika. Kemudian pada 1943 dia memperoleh gelar sarjananya di bidang fisika dan melanjutkan pendidikan master serta PhD berturut-turut pada tahun 1946 dan 1949. Semua pendidikan tinggi tersebut ia tempuh Harvard University.

Thomas Kuhn menjadi sangat dikenal oleh masyarakat luas setelah ia meluncurkan buku The Structure of Scientific Revolutions, yang kemudian dinilai sangat berpengaruh dan fenomenal ketika menjadi rujukan dalam penelitian ilmu pengetahuan yang berkembang selanjutnya.


Dalam buku yang ia lahirkan di tahun 1962 tersebut, Kuhn secara garis besar memaparkan bagaimana struktur dalam revolusi sains menurutnya terbagi ke dalam beberapa fase, yang akan kita bahas pada paragraf selanjutnya.

Latar belakang Kuhn dalam proses penulisan buku The Structure of Scientific Revolutions bukanlah hanya dilandasi kegelisahannya semata.

Kuhn memiliki pandangan unik tersendiri tentang cara kerja sains, hal itu dapat kita telusuri kembali ke pencerahan yang ia alami pada tahun 1947 ketika membaca karya ilmiah Aristoteles dalam persiapannya untuk mengajar mata kuliah Sejarah Sains di Harvard.

Kuhn tidak dapat memahami bagaimana orang yang jelas-jelas brilian bisa salah dalam hal fisika dasar. Maka kemudian pencerahan yang ia peroleh adalah bahwa Aristoteles tampaknya sepenuhnya salah jika dilihat dari sudut pandang pemahaman kita tentang fisika saat ini. Kuhn menyadari bahwa, dalam arti tertentu, Aristoteles hidup di dunia yang berbeda dari yang kita tinggali saat ini. Konsep dan kategori dasar yang mendasari pemahaman modern kita tentang fisika tidak tersedia bagi Aristoteles. Misalnya, istilah dasar “gerak” mempunyai arti yang sangat berbeda bagi Aristoteles dibandingkan dengan Isaac Newton.

Kesadaran ini membuatnya kemudian berkonsentrasi pada sejarah sains, lalu ia mengambil posisi di Universitas California Berkeley sebagai profesor sejarah sains di departemen filsafat pada tahun 1956. Setahun kemudian, Kuhn menerbitkan buku pertamanya, The Copernicus Revolution: Astronomy Planet. Kuhn juga meneliti teori materi abad kedelapan belas dan sejarah awal termodinamika. Rekan-rekannya di Universitas Berkley seperti Stanley Cavell, memperkenalkan Kuhn pada karya-karya Wittgenstein, sehingga memicu minatnya terhadap filsafat ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1962, Kuhn menerbitkan karya penting The Structure of Scientific Revolutions, yang diakui sebagai salah satu buku paling berpengaruh (dan kontroversial) yang pernah ditulis tentang sejarah dan praktik sains. Pada tahun 1964, Kuhn menerima posisi sebagai Profesor Filsafat dan Sejarah Sains di Universitas Princeton dan pada tahun 1979 menjadi Profesor Filsafat Rockefeller di Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Dia tetap di MIT hingga tahun 1991, setelah itu dia menjadi profesor emeritus hingga kematiannya pada tahun 1996.

Dalam buku The Structure of Scientific Revolutions, Kuhn menjelaskan revolusi yang terjadi dalam sains terjadi melalui beberapa tahapan sebagaimana berikut:

Gambar: Ilustrasi hirarki pergeseran paradigma Thomas Kuhn

 

Sains Normal

Kuhn berargumen bahwa dalam fase sains normal, semua berjalan seperti biasa saja. Para ilmuwan yang melakukan penelitian melakukan aktivitasnya sepanjang hari tanpa terobosan atau gagasan baru. Kuhn menilai bahwa ilmuwan hanya berupaya untuk membuktikan teori atau paradigma yang sudah ada.

Kuhn juga memberi perumpaan terhadap fenomena sains normal ini sebagai pemecahan teka-teki. Teka-teki yang Kuhn maksud adalah proses sains dari paradigma yang sudah ada dan yang kemudian akan dipecahkan menggunakan sebuah teori tertentu. Namun dalam aktivitas sehari-hari tersebut, tidak jarang ilmuwan menemukan hambatan yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan paradigma maupun teori yang sudah ada.

Hambatan dalam aktivitas sains normal tersebutlah yang selanjutnya ia sebut sebagai Anomali.


Anomali

Kuhn menilai bahwa anomali ialah gambaran ketidakselarasan antara kenyataan dengan paradigma-paradigma yang digunakan para ilmuwan. Anomali dapat terjadi karena paradigma tersebut tidak mampu memberikan penjelasan dan menjawab persoalan yang timbul dan akhirnya menciptakan penyimpangan.

Anomali-anomali ini kemudian apabila semakin menumpuk dan semakin sulit dipecahkan, maka akan menimbulkan krisis. Selanjutnya krisis tadi akan menimbulkan pertanyaan terhadap paradigma yang sudah ada. Apabila para ilmuwan mempertanyakan paradigma tersebut, itulah tanda terjadinya pergeseran paradigma.

Kemudian banyak ilmuwan mencoba mempertahankan teori yang sudah ada dengan cara yang berbeda. Pada akhirnya, menurut Kuhn, seorang ilmuwan akan memiliki pandangan yang intuitif dan dalam seketika akan lahir teori ilmiah baru yang mampu menjelaskan anomali tersebut.

 

Krisis

Akibat yang muncul karena banyaknya anomali dalam penelitian adalah timbulnya krisis. Pada fase krisis ini, paradigma mulai diragukan kebenarannya. Kemudian mengantarkan jalan untuk menuju fase revolusi. Pada fase revolusi lah kemudian akan muncul paradigma II yang memiliki jawaban atas persoalan yang muncul dari paradigma sebelumnya.

Gambaran siklus tadi menunjukkan bahwa dalam revolusi sains, sebuah paradigma baru tidak akan muncul tanpa didahului dengan munculnya krisis. Walaupun nanti akan ditemukan paradigma baru, keberadaan paradigma lama pun tetap dianggap penting perannya sehingga memungkinkan ilmuan untuk menjawab suatu anomali yang tidak dapat dipecahkan dengan teori yang sudah ada sebelumnya.

 

Sains Luar Biasa

Fase sains luar biasa ditandai dengan pergeseran paradigma lama ke paradigma baru. Fase ini pun dinilai lebih ‘melonggarkan’ aturan dalam penelitian, dengan melakukan lebih banyak eksperimen dan kreativitas, mencoba eksperimen baru dan unik, dan dengan melakukan dekonstruksi terhadap stereotip yang ada, serta pembacaan filosofi yang berbeda.

Kuhn menulis bahwa, ‘Meningkatnya artikulasi dalam persaingan, kemauan untuk mencoba apa pun, ekspresi ketidakpuasan yang jelas, penggunaan filsafat dan perdebatan mengenai hal-hal mendasar, semua ini merupakan gejala transisi dari penelitian normal ke penelitian luar biasa’.

Jika hal ini berhasil, maka akan terjadi perubahan total dalam cara pandang dan perubahan paradigma. Pergeseran paradigma ibarat pergeseran persepsi dari kelinci menjadi bebek dalam gambaran Gestalt. Tidak ada yang berubah selain dari sudut pandang psikologis Anda – dua orang dengan kesan sensorik yang sama dapat melihat hal yang berbeda.

Gambar: Ilusi optik persepsi kelinci dan bebek oleh Gestalt


Seiring waktu, Kuhn meyakinkan bahwa dengan semakin banyaknya ilmuwan, semakin banyak eksperimen yang dilakukan, maka paradigma baru akan terbentuk.

Kuhn mengartikan paradigma sebagai suatu cara pandang, prinsip dasar, metode-metode, dan nilai-nilai dalam memecahkan suatu masalah yang dipegang teguh oleh suatu komunitas ilmiah tertentu.

Kuhn mencatat bagaimana pergeseran paradigma biasanya dipicu oleh generasi muda yang kreatif dan eksentrik, atau ilmuwan yang baru mengenal bidang tersebut, yaitu orang-orang yang belum terlalu melekat pada paradigma yang diasumsikan. Mereka melihat segala sesuatu dengan cara yang benar-benar baru.

 

Revolusi Ilmiah

Kuhn menyebut proses dimana satu paradigma menggantikan paradigma lain sebagai “revolusi ilmiah”.

Revolusi ilmiah tersebut Kuhn contohkan dengan perubahan perspektif saat Nicolaus Copernicus pada tahun 1543 mengatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, hal tersebut mencabut kepercayaan berabad-abad terhadap alam semesta geosentris yang dikemukakan oleh Ptolemeus, bahwa matahari berputar mengelilingi bumi.

Melalui contoh dan analisisnya, Kuhn menarik beberapa kesimpulan tentang hakikat revolusi ilmiah, yakni:

1.  Kuhn menegaskan bahwa dalam fase normal, walaupun menghambat penemuan baru, pada akhirnya memungkinkan terjadinya revolusi ilmiah. Untuk mengetahui adanya anomali, para ilmuwan perlu mengetahui hal-hal spesifik apa yang diharapkan, dan itulah yang diajarkan ilmu pengetahuan normal kepada mereka.

2.  Kuhn mengamati bahwa setiap paradigma baru berusaha menghancurkan dan menggantikan paradigma lama, bukan membangun paradigma baru. Inilah sebabnya Kuhn memandang kemajuan ilmu pengetahuan bersifat sirkular, bukan linier.

 Misalnya, filsuf Yunani kuno Aristoteles percaya bahwa benda memiliki sifat bawaan yang menyebabkan benda bergerak dengan cara tertentu. RenĂ© Descartes mempertanyakan teori Aristoteles, percaya bahwa semua gerak adalah hasil dari tumbukan berbagai zat satu sama lain. Kebanyakan orang kemudian menolak konsepsi Aristoteles—sampai Isaac Newton berteori bahwa gravitasi adalah sifat bawaan, sehingga para pengikutnya lebih sejalan dengan Aristoteles dibandingkan Descartes. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tidak bergerak dalam garis lurus, melainkan bergerak dalam sesuatu seperti lingkaran.

3.  Kuhn berpendapat bahwa tidak ada satu teori atau paradigma ilmiah yang secara inheren lebih akurat atau lebih baik dari yang lain. Sebaliknya, karena setiap teori merupakan produk dari persepsi dan pertanyaan “sewenang-wenang” yang menentukan masanya.

Pergeseran paradigma pada dasarnya adalah perubahan dalam cara ilmuwan memandang dan mengalami dunia. Itulah sebabnya satu pandangan dunia atau paradigma hampir mustahil untuk diselaraskan dengan yang lain (yang disebut Kuhn “tidak dapat dibandingkan”). Selain itu, Kuhn menekankan bahwa ilmuwan adalah manusia, dan paradigma baru muncul bukan karena paradigma tersebut memiliki nilai lebih, namun karena paradigma tersebut lebih persuasif.

Dapat disimpulkan bahwa penjelasan mengenai teori merujuk pada buku The Structure of Scientific Revolutions adalah sebuah dasar pemikiran yang dihasilkan oleh pergeseran paradigma, yang dapat dibuktikan melalui penelitian ilmu pengetahuan terdahulu, dan memiliki sifat tidak lebih baik atau tidak dapat dibandingkan, karena justru akan menjadi penguat dasar suatu keilmuan dengan keilmuan lainnya.

 

Selasa, 30 Oktober 2018

Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



A.    Pengertian Pelatihan dan Pengembangan
Dalam sebuah perusahaan sangat diperlukan para sumber daya manusia yang menjadi penggerak dari berbagai macam pekerjaan yang akan dikerjakan oleh karyawan. Karyawan mempunyai tingkat pekerjaan yang berbeda-beda dalam melaksanakan pekerjaan mereka, namun terkadang karyawan malah tidak tahu apa yang harus dikerjakan terkait banyaknya pekerjaan yang harus mereka kerjakan. Untuk itu sangat diperlukan pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia agar para karyawan bisa paham dan mengerti atas pekerjaan mereka sehingga apa yang menjadi tujuan perusahaan bisa dengan cepat terlaksana dan mencapai target yang diharapkan.
Wexley dan Yukl (1976: 282) mengemukakan : “training and development are terms reffering to planned efforts designed facilitate the acquisition of relevan skills, knowledge, and attitudes by organizational members”. Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula : “development focusses more on improving the decision making and human relation skills of middle and upper level management, while training involves lower level employees and the presentation of more factual and narrow subject matter” .
Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill , pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi. Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam mengambil keputusan, dan memperluas human relation.
Menurut Mariot Tua Efendi. H (2002), “Latihan dan pengembangan dapat didevenisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai”. Selanjutnya Mario Tua Efendi. H menambahkan pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.
Lain lagi dengan Sjafri Mangkuprawira (2004), “Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar.” Sedangkan pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas. Dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan dimasa depan. Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih pokok adalah pada pengembangan manajemen. Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang, tetapi pada pemenuhan kebutuhan organisasi jangka panjang.
Dari berbagai macam pendapat para ahli diatas, dapat ditarik satu kesimpulan kalau pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia agar bisa menjadi sumber daya yang berkualitas baik dari segi pengetahuan, keterampilan bekerja, tingkat profesionalisme yang tinggi dalam bekerja agar bisa meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan yang baik.

B.    Tujuan Pelatihan Dan Pengembangan
Tujuan diselenggarakan pelatihan dan pengembangan kerja menurut (Simamora:2006:276) diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut:
1. Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan, kendati pun tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang efektif, progaram pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam meminimalkan masalah ini.
2. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat megaplikasikan teknologi baru secara efektif. Perubahan teknologi pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan senantiasa berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan haruslah dimuktahirkan melalui pelatihan, sehingga kemajuan teknologi dapat diintegrasikan dalam organisasi secara sukses.
3.    Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompoten dalam pekerjaan. Seorang karywan baru acap kali tidak menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi ”job comotent” yaitu mencapai output dan standar mutu yang diharapkan.
4. Membantu memecahkan masalah orperasional. Para manejer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan sumber daya: kelangkaan sumber daya finansial dan sumber daya teknologis manusia (human tecnilogical resourse), dan kelimpahan masalah keuangan, manusia dan teknologis.
5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan adalah melalui program pengembangan karir yang sistematis. Pengembangan kemampuan promosional karyawan konsisten dengan kebijakan sumber daya manusia untuk promosi dari dalam: pelatihan adalah unsur kunci dalam sistem pengembangan karir. Dengan secara berkesinambungan mengembangkan dan mempromosikan sumber daya manusianya melalui pelatihan, manejer dapat menikmati karyawan yang berbobot, termotivasi dan memuaskan.
6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi, karena alasan inilah, beberapa penyelenggara orientasi melakukan upaya bersama dengan tujuan mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan bekerja secara benar.
7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Misalnya sebagian besar manejer adalah berorientasi pencapaian dan membutuhkan tantangan baru dipekerjaannya. Pelatihan dan pengembangan dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan efektifitas organisasional yang lebih besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi semua karyawan.



C.    Faktor Psikologis Dalam Pelatihan Dan Pengembangan
Pada pelatihan dan pengembangan perlu diperhatikan beberapa faktor berikut, dijelaskan (dalam Hariandjana, Efendi dan Hardiwati 2002) yaitu :
1.  Cost-effectiveness.
2.  Desired program content.
3.  Appropriateness of the facilities.
4.  Trainer preferences and capabilities.
5.  Trainer preferences and capabilities.
6.  Learning principle.

Dari beberapa faktor diatas satu faktor yang perlu mendapat perhatian penting yaitu learning principle, hal ini penting dalam suatu proses belajar mengajar, juga karena faktor ini dapat dikendalikan. Secara teoritis terdapat beberapa prinsip belajar yang dianggap sangat penting untuk meningkatkan efektivitas pelatihan, yaitu :
·         Participation 
Merupakan keterlibatan peserta latihan dalam kegiatan pelatihan secara aktif dan secara langsung.
·         Repetition
Melakukan atau mengatakan secara berulang-ulang, dalam usaha menanamkan suatu ide dalam ingatan seseorang.
·         Relevance
Pelatihan mempunyai arti atau manfaat yang sangat penting pada seseorang, melaksanakan pekerjaan melalui langkah-langkah tertentu dan ini mempunyai arti penting karena memudahkan dia dalam pelaksanaan pekerjaan. 
·         Transference
Kesesuaian antara pelatihan dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari oleh pegawai, transferenceakan memotivasi seseorang untuk belajar, sebab pelatihan akan dirasakan bermanfaat dalam melakukan tugas-tugas sehari-hari.
·         Feedback
Adalah pemberian informasi atas kemajuan yang telah dicapai oleh peserta pelatihan, mana yang harus diperbaiki dan mana yang harus dipertahankan.

Selanjutnya beberapa faktor lagi yang harus diperhatikan dalam pelatihan dan pengembangan, menurut Dole Yoder (dalam As’ad, 1998) agar pelatihan dan pengembangan dapat berhasil dengan baik, maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai berikut :
1.     Individual Differences
Tiap-tiap individu mempunyai ciri khas, yang berbeda satu sama lain, baik mengenai sifatnya, tingkah lakunya, bentuk badannya maupun dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, dalam merencanakan dan melaksanakan suatu pelatihan harus diingat adanya perbedaan individu ini. Perbedaan dapat nampak pada waktu para karyawan mengerjakan suatu pekerjaan yang sama, dengan diperolehnya hasil yang berbeda.
2.     Relation to job analysis
Tugas utama dari analisa jabatan untuk memberikan pengertian akan tugas yang harus dilaksanakan didalam suatu pekerjaan, serta untuk mengetahui alat-alat apa yang harus dipergunakan dalam menjalankan tugas itu. Untuk memberikan pelatihan pada para karyawan terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkannya. Dengan demikian program dari pelatihan dapat di arahkan atau ditujuakan untuk mencapai keahlian itu. Suatu pelatihan yang tidak disesuaikan dengan bakat, minat dan lapangan kerja karyawan, berakibat merugikan berbagai pihak, yaitu karyawan, perusahaan dan masyarakat.
3.     Motivation
Motivasi dalam pelatihan ini sangat perlu sebab pada dasarnya motif yang mendorong karyawan untuk menjalankan pelatihan tidak berbeda dengan motif yang mendorongnya untuk mwlakukan tugas pekerjaannya.
4.     Active Participation
Didalam pelaksanaan pendidikan pelatihan para trainess harus turut aktif mengambil bagian di dalam pembicaraan-pembicaraan mengenai pelajaran yang diberikan, sehingga akan menimbulkan kepuasan pada para trainess apabila saran-sarannya diperhatikan dan dipergunakan sebagai bahan-bahan pertimbangan untuk memecahkan kesulitan yang mungkin timbul.
5.     Selection of trainee
Pelatihan sebaiknya diberikan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dapat mengikuti latihan itu dengan berhasil. Dengan demikian apabila latihan diberikan kepada mereka yang tidak mempunyai minat, bakat dan pengalaman, kemungkinan berhasil sedikit sekali. Oleh karena itulah sangat perlu diadakan seleksi. 
6.     Selection of trainers
Berhasil atau tidaknya seseorang melakukan tugas sebagai pengajar, tergantung kepada ada tidaknya persamaan kualifikasi orang tersebut dengan kualifikasi yang tercantum dalam analisa jabatan mengajar. Itulah sebabnya seorang trainer yang baik harus mempunyai kecakapan-kecakapan sebagai berikut:
a.      Pengetahuan vak yang mendalam dan mempunyai kecakapan vak.
b.     Mempunyai rasa tanggungjawab dan sadar akan kewajiban.
c.      Bijaksana dalam segala tindakan dan sabar.
d.     Dapat berfikir secara logis.
e.      Mempunyai kepribadian yang menarik.
7.     Trainer Pelatihan
Trainer sebelum diserahi tanggung jawab untuk memberikan pelajaran hendaknya telah mendapatkan pendidikan khusus untuk menjadi tenaga pelatih. Dengan demikian salah satu asas yang penting dalam pendidikan ialah agar para pelatih mendapatkan didikan sebagai pelatih.
8.     Training Methods
Metode yang dipergunakan dalam pelatihan harus sesuai dengan jenis pelatihan yang diberikan. Misalnya, pemberian kuliah tidak sesuai untuk para karyawan pelaksana. Untuk karyawan pelaksana hendaknya diberikan lebih banyak peragaan disamping pelajaran teoritis.

D.    TAHAP PENYUSUNAN PROGRAM PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
Pelatihan dan pengembangan juga sangat perlu direncanakan jauh hari sebelumnya, agar kegiatan pelatihan tidak menjadi sia-sia apalagi sampai membuang segala waktu, uang dan terbengkalainya pekerjaan-pekerjaan yang lainnya. Untuk itu pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia harus dimasukkan ke dalam program oleh manajer.
Adapun tahap-tahap dalam melaksanakan perencanaan pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia adalah sebagai berikut :
1.         Analisisi Kebutuhan Pelatihan (Training need analysis).
Fungsi Training Need Analysis (TNA) yaitu :
a.      Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
b.      Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
c.      Mendefenisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
d.      Melibatkan stakholders dan membentuk dukungan;
e.      Memberi data untuk keperluan perencanaan.

2.         Perencanaan dan Pembuatan Desain Pelatihan.
Keseluruhan tugas yang harus dilaksanakan pada tahap ini adalah :
a.      Mengidentifikasi sasaran pembelajaran dari program pelatihan.
b.      Menetapkan metode yang paling tepat.
c.      Menetapkan penyelenggara dan dukungan lainnya.
d.      Memilih dari beraneka ragam media.
e.      Menetapkan isi.
f.        Mengidentifikasi alat-alat evaluasi.
g.      Menyusun urut-urut pelatihan. 
3.         Implementasi Pelatihan.
Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan yang efektif adalah implementasi dari program pelatihan. Keberhasilan implementasi program pelatihan dan pengembangan SDM tergantung pada pemilihan (selecting) program untuk memperoleh the right people under the right conditions. TNA dapat dapat membantu mengidentifikasi right people dan the right program sedangkan beberapa pertimbangan (training development) and concideration program dapat membantu dalam menciptakan the right condition. 
4.         Evaluasi Pelatihan.
Untuk memastikan keberhasilan pelatihan dapat dilakukan melalui evaluasi. Secara sistematik manajemen pelatihan meliputi tahap perencanaan yaitu training need analysis, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Tahap terakhir merupakan titik kritis dalam setiap kegiatan karena acap kali diabaikan sementara fungsinya sangat vital untuk memastikan bahwa pelatihan yang telah dilakukan berhasil mencapai tujuan ataukah justru sebaliknya.

E.    JENIS PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
Berikut adalah beberapa jenis pelatihan dan pengembangan SDM yang dapat dilakukan oleh perusahaan :
1.   Skill Training, pelatihan keahlian atau skill training merupakan jenis pelatihan yang sering dilakukan pada setiap perusahaan. Program skill training relatif sederhana seperti menilai kebutuhan atau kekurangan dan kemudian diidentifikasi melalui penilaian yang teliti. 
2.         Re-Training, yaitu memberikan keahlian yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Melalui hal ini, karyawan dapat lebih percaya diri dalam menyelesaikan pekerjaan. 
3.   Cross Functional Training, atau pelatihan lintas fungsional adalah pelatihan yang melibatkan karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain pekerjaan yang ditugaskan.
4.         Team Training, pelatihan tim dilakukan dengan bekerja sama yang terdiri dari sekelompok individu untuk menyelesaikan pekerjaan demi tercapainya tujuan bersama dalam sebuah tim kerja.
5.      Creativity Training, yaitu pelatihan dengan memberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas mungkin berdasarkan pada nilai rasional. Gagasan tersebut nantinya dapat dikembangkan untuk membangun perusahaan yang lebih baik.

F.    PERBEDAAN PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga kera. (Simamora: 2006: 273). Menurut pasal I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.
Pengembangan (development) diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi, lembaga atau instansi pendidikan.
Menurut (Hani Handoko:2001:104) pengertian latihan dan pengembangan adalah berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang. Sedangkan pengembangan (Developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat-sifat kepribadian.
(Gomes:2003:197) Mengemukakan pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya. Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan, perbedaannya kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja pada pekerjaan yang sekarang, sedangkan pengembangan tidaklah harus, pengembangan mempunyai skcope yang lebih luas dandingkan dengan pelatihan.
Pelatihan Iebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi yang berkaitan dengan jabtan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan saat ini (current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dan suatu program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsi saat ini.
Pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahhan individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang. Sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu peningkatan kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi tanpa direncanakan(unplened change) atau perubahan yang direncanakan (planed change). (Syafaruddin:200 1:2 17).
Hal serupa dikemukakan (Hadari:2005:208). Pelatihan adaah program-program untuk memperbaiki kernampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi atau perusahaan. Sedangkan pengembangan karir adalah usaha yang diakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja. Dan pengertian ini menunjukkan bahwa fokus pengembangan karir adalah peningkatan kemampuan mental tenaga kerja.


G.    PRINSIP DASAR PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
Pelaksanaan pelatihan hendaknya diawali dengan mengetahui terlebih dahulu apa sebenarnya yang menjadi prinsip dari pelatihan itu sendiri Manullang (2004 : 86) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pelatihan, yaitu :
1.     Individual Difference
Perencanaan dan pelaksanaan suatu pelatihan harus tetap mengingat adanya perbedaan perseorangan pengikut training baik dalam latar belakang pendidikan, pengalaman maupun keinginan. Sehingga pelatihan tersebut memberikan hasil yang memuaskan.
2.     Relation to Job analysis
Job specification untuk suatu jabatan tertentu biasanya menjelaskan pendidikan yang harus dimiliki calon pekerja untuk dapat melaksanakan tugas itu dengan berhasil. Oleh karena itu bahan yang diajarkan dalam pendidikan harus berhubungan dengan apa yang dinyatakan dalam job specification.
3.     Motivation
Orang akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas tertentu bila ada daya perangsangnya. Kenaikan upah atau kenaikan kedudukan adalah beberapa daya perangsang yang dapat digunakan untuk merangsang para pengikut pelatihan.
4.     Active Participation.
Para pengikut pelatihan harus aktif ambil bagian dalam pembicaraan. Oleh karena itu pelatihan harus juga dapat memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran dengan pelatih. Dengan demikian pengikut pelatihan turut aktif selama pelatihan berlangsung.
5.     Selection of Trains
Seleksi atau pemilihan calon pengikut pelatihan perlu dilakukan untuk menjaga agar perbedaan tidak terlalu besar. Pelatihan sebaiknya diberikan kepada  mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dapat mengikuti pelatihan dengan berhasil. Adanya seleksi juga merupakan perangsang.
6.     Selection of Trainer
Tidak semua orang dapat menjadi pengajar yang baik. Jabatan pengajar perlu suatu kualifikasi tersendiri, oleh karenanya orang menganggap pula bahwa salah satu asas penting dari pelatihan adalah tersedianya tenaga pelatih yang berminat dan mempunyai kesanggupan untuk mengajar.
7.     Trainer Training
Para pelatih dalam suatu pelatihan harus sudah mendapat pendidikan secara khusus untuk menjadi tenaga pelatih. Karena itu tidak semua orang yang menguasai dalam suatu bidang tertentu dapat mengajarkan kepandaiannya kepada orang lain.
8.     Training method
Metode pelatihan harus cocok dengan pelatihan yang diberikan. Misalnya metode memberikan kuliah tidak tepat untuk para mandor. Karenanya dalam program pelatihan harus pula diperhatikan metode pendidikan yang bagaimana yang harus dianut dalam memberikan pelatihan.
9.     Principles of Learning
Orang akan lebih mudah menangkap pelajaran apabila didukung oleh pedoman tentang cara-cara belajar dengan cara efektif bagi para karyawan. Prinsip-prinsip ini adalah bahwa program bersifat partisipatif, relevan serta memberikan umpan balik mengenai kemajuan para peserta pelatihan.”



DAFTAR PUSTAKA